Sabtu, 30 November 2013

Strategi Belajar Mnemonic



Strategi Belajar Mnemonic
1. Pengertian Strategi Mnemonic

Sebagaimana yang dijelaskan pada latar belakang masalah, bahwa strategi mnemonic merupakan strategi yang membantu untuk mengorganisasikan informasi yang mencapai memori kerja, sehingga informasi tersebut lebih mudah di cocokkan dengan skema jangka panjang.

Sebelum menjelaskan strategi mnemonic lebih rinci terlebih dahulu kita ketahui tentang ingatan.

Ingatan dalah proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi dan pengetahuan yang semuanya berpusat dalam otak.[1] Winkel mengatakan bahwa ingatan adalah suatu aktifitas kognitif dimana manusia menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau.[2] Demikian juga yang diungkapkan Abu Ahmadi bahwa bahwa ingatan adalah suatu daya yang dapat menerima, menyimpan,, dan memproduksi kembali kesan-kesan, tanggapan dan pengertian.[3] Dengan demikian ingatan itu tidak hanya kemampuan untuk menyimpan apa yang pernah dialami pada masa lampau namun juga termasuk kemampuan untuk menerima, menyimpan dan mengeluarkan kembali. Kemampuan mengingat ini tidak hanya di perlukan dalam proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tapi juga dalam proses berfikir, kemampuan kognitif dan kemampuan-kemampuan yang lain. Dengan kata lain bahwa, kecakapan kognitif menuntut seorang anak untuk mempunyai beberapa keahlian yang tepat, salah satunya adalah daya ingat yang baik. Namun, tidak semua ingatan yang baik dimiliki oleh setiap anak, hal ini disebabkan karena memori atau ingatan kita dipengaruhi oleh : sifat, seseorang, alam sekitar, keadaan jasmine, keadaan rohani (jiwa) dan umur manusia.[4]

Menurut Atkinson dkk (1987) proses mengingat di bagi dalam tiga tahapan yaitu :

a) Memasukkan

Dalam tahap memasukkan, kesan-kesan diterima dan di pelajari baik secara spontan atau disengaja maupun secara sadar atau tidak sadar.

Pada tahap memasukkan ini, terjadi pula proses enconding. Enconding adalah proses pengubahan informasi menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik tertentu sesuai dengan perangkat organisme yang ada.

b) Menyimpan

Setelah enconding selesai dilakukan baru dapat dilakukan penyimpanan selama waktu tertentu, pada tahap ini terjadi penyimpanan beberapa catatan, kesan-kesan yang telah diterima dari pengalaman sebelumnya.

c) Mengeluarkan kembali

Tahap ini merupakan tahap untuk mengingat kembali (Remembering) atau memperoleh kesan-kesan pengalaman yang telah disimpan dalam ingatan batasan tersebut menunjukkan bahwa informasi tidak hanya disimpan saja, tapi harus dapat dipanggil kembali, terjadi proses kelupaan.

Kata mnemonic berasal dari mnemosyne dewi memory Yunani kuno, kata mnemonic secara singkat didefinisikan sebagai membantu memory. Strategi mnemonic ini merupakan teknik yang dapat membantu ingatan. Mnemonic digunakan pada tugas belajar yang berbeda dan merupakan proses atau teknik mengembangkan memory.[5] Dari banyak penelitian terbukti bahwa strategi mnemonic ini jelas dapat meningkatkan ingatan.[6]

Cara-cara yang digunakan dalam peningkatan daya ingat ini suatu teknik yang menuntut kemampuan otak untuk menghubungkan kata-kata, ide dan khayalan.[7] Sedangkan menurut Eric Jeansen mnemonic merupakan suatu metode untuk membantu mengingat dalam jumlah besar informasi yang melibatkan tiga unsur yaitu : pengkodean, pemeliharaan, dan mengingat kembali.[8]

Strategi mnemonic ini merupakan cara untuk pengkodean sehingga dapat membantu sehingga dapat membantu proses penyimpanan dan mengingat kembali baik dalam ingatan jangka panjang maupun jangka pendek, karena sistem tersebut memungkinkan kita menyimpan informasi didalam memory, sehingga akan mampu memperolehnya kembali bila dibutuhkan.

Dalam teknik mnemonic atau membantu daya ingat, fungsi otak kanan diaktifkan karena anak dilatih untuk membuat suatu cerita, berimajinasi, lagu atau irama dan gambar sehingga suatu materi menjadi sesuatu yang unik, menarik, dan menyenangkan. Dengan demikian anak akan lebih mudah dan lebih cepat dalam menghafal. Sama seperti pada waktu berkemah, maka akan lebih memudahkan untuk mengatur peralatan-peralatan yang banyak, yang pada awalnya memang dibutuhkan banyak waktu dan usaha namun kalau sudah sekali dilakukan, maka proses retrieval (mendapatkan kembali informasi yang dibutuhkan akan lebih mudah. Organisasi informasi tersebut terjadi baik di ingatkan jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam ingatan jangka pendek (short term memory) kapasitasnya dapat kita perluas kalau kita melakukan chunking terdapat informasi yang baru masuk sedangkan dalam ingatan jangka panjang kapasitasnya berhubungan dengan skema organisasi subyek. Dengan demikian pengkodean informasi dalam kategori-kategori dapat mempermudah proses mengingat kembali

Namun ada beberapa dalam menerima suatu informasi dan setiap orang memiliki gaya yang berbeda-beda dalam, mengingat informasi. Misalnya secara visual yaitu dengan gambar, struktur benda, peta dan kata tertulis dibandingkan dengan intruksi yang diberikan secara lisan. Sebaliknya, yang memiliki kecenderungan dengan auditori lebih suka memproses informasi melalui telinga dan mereka lebih muda menampilkan kembali ingatan yang diberi petunjuk rima, jingle, puisi, sajak,. Dan hampir semua orang punya kecenderungan kinestetik artinya kita belajar lebih baik jika kita melakukan, merasakan, mengalami sesuatu dalam bentuk nyata.[9]

2. Teknik-teknik mnemonic

Menurut teori Eric Jeansen mnemonic merupakan suatu metode untuk membantu mengingat dalam jumlah besar informasi yang melibatkan tiga unsur yaitu : pengkodean, pemeliharaan, dan mengingat kembali.[10]

Dengan menerapkan beberapa teknik mnemonic untuk mengingat sesuatu informasi. Proses ingatan akan lebih mudah, karena mnemonic selalu menggunakan prinsip asosiasi (penghubung) dengan sesuatu yang lain. Teknik mnemonic yang akan dibahas berikut akan memperkuat ingatan, hanya dengan sedikit usaha.

a. Metode loci

Loci (berarti lokasi) adalah alat mnemonic yang berfungsi dengan mengasosiasikan tempat-tempat atau benda-benda di lokasi yang dikenal dengan hal-hal yang ingin anda ingat.[11]

Untuk memicu ingatan anda agar dapat mengingat serangkaian kunci pokok dalam pidato atau presentasi asosiasikan setiap masalah yang ingin anda bicarakan dengan anggota tubuh. Contohnya, Anda dapat mengasosiasikan ucapan pendahuluan dengan (pintu depan rumah). Poin pidato pertama diasosiasikan dengan (ruang tamu), poin kedua dengan (ruang keluarga). Kemudian penutup diasosiasikan dengan (dapur).[12]


b. Kata penanda

System kata penanda adalah alat mnemonic dengan mengasosiasikan menggunakan objek kongkret. System kata penanda ini sangat membantu dalam mengingat angka. Kata penanda dapat berupa kata-kata yang anda ciptakan sendiri atau kata-kata yang sudah dikenal masyarakat. Seperti: kata penanda dari lagu dua mata saya. Jadi, dua adalah mata, satu adalah mulut, hidung adalah satu, dan seterusnya.[13]

c. Kata berkait atau link-word

Metode ini digunakan untuk mengingat kata-kata bahasa asing atau konsep abstrak. Metode ini adalah bentuk asosiasi lain yang mengaitkan secara verbal dan visual, kata yang berlatar mirip dengan kata atau konsep yang harus diingat. Misalnya dalam bahasa Spanyol, hola dapat diasosiasikan dengan “oh.lah” seperti di terasa olalaa, menyenangkan bertemu denganmu, atau dalam identifikasi kata-kata (misalnya: kota Jambi dihubungkan dengan orang yang memetik pohon Jambu).[14]

d. Chunking atau pemotongan

Karena memori kerja seseorang memiliki kapasitas yang begitu terbatas, sulit bagi kebanyakan orang untuk mempelajari suatu deretan angka panjang. Namun apabila nomor itu dapat ditempatkan dalam potongan-potongan, nomor itu akan lebih mudah diingat. Misalnya pada nomor telpon 0318291834 anda akan mengalami kesulitan dalam mengingat, namun jika dipotong seperti ini 031-8291834 anda akan dapat mudah mengingat.[15]

e. Akroim

Akronim adalah satu kata yang terbuat dari huruf pertama dari serangkaian kata. Salah satu akronim yang mudah diingat adalah ASEAN (Association of South East Asian Nations). Namun, sebuah akronim terkadang memasukkan huruf kedua agar singkatan lebih mudah dibaca seperti JABOTABEK. Namun sebuah akronim tidak selalu membentuk kata, namun menggunakan imajinasi. Jika diperlukan untuk mengingat lima hal yang harus dilakukan saat pulang ke rumah (Misalnya, bersih-bersih, mencuci, masak, menelepon dan membaca Koran) dan semua itu dapat diingat dengan akronim BC-M2K.[16]

f. Akrostik

Akrostik juga menggunakan huruf kunci untuk membuat konsep abstrak menjadi lebih konkrit sehingga lebih mudah diingat. Namun, akrostik tidak selalu menggunakan huruf pertama dan juga tidak selalu menghasilkan singkatan dalam bentuk satu kata atau frasa misalnya: pelangi “Mejikuhibimu”: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Atau dalam ilmu tajwid “Baju di toko" untuk mengingat huruf Qalqalah yaitu: ta’, jim, dal, tho’ dan qof.[17]

3. Langkah-langkah penggunaan strategi mnemonic dalam pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI)

Hasil penelitian yang diterbitkan akhir 1970-an menunjukkan bahwa mnemonic dapat membantu kita menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan di sekolah (Higbee, 1996). Berbagai macam strategi mnemonic diperlukan untuk mengerjakan tugas yang berbeda-beda. Oleh karena itu, kita tidak dapat mengklaim adanya satu strategi mnemonic yang dapat digunakan untuk semua tipe pelatihan ingatan justru dalam menggunakan strategi mnemonic harus memutuskan teknik apa yang paling cocok dan efektif untuk tugas pembelajaran yang sedang dihadapi.

Untuk itu, dalam pembelajaran PAI tepatnya pada materi Al Qur'an dan akhlak yang paling cocok dan efektif menggunakan teknik Akronim, Akrostik, Rima-Jingle, dan Cunking adalah sebagai berikut:

Akronim

Pada pelajaran Aqidah Akhlak terdapat materi tentang Nabi-Nabi Ulul 'Azmi yang ada lima, yang disingkat dengan NIMIM, yaitu:

N Nuh

I Isa

M Musa

I Ibrahim

M Muhammad

Akrostik

Akrostik ini lebih sering digunakan pada pelajaran Al Qur'an pada materi Tajwid. Misalnya

- Huruf Qalqalah sughra "Baju di toko" = ba', jim, dal, tho, dan qaf

- Huruf Idgham Bighunnah "Yanmu" = ya', nun, mim, wawu.

Rima – Jingle

Pada teknik rima – jingle ini, menuntut seorang guru untuk bersifat kreatif. Seorang guru harus mengerti materi apa yang tepat dijadikan lagu atau irama agar siswa mudah untuk mengingat. Misalnya menghafal sifat wajib bagi Allah dan nama-nama Malaikat yang kesemuanya itu lebih tepat menghafal jika dilagukan.

Chunking

Chunking yaitu pemotongan, pada pelajaran Al Qur'an terdapat beberapa materi yang dihubungkan pada ayat-ayat Allah. Untuk itu, siswa tidak hanya dituntut dapat memahami maksud kandungan ayat, namun menghafal ayat yang terkait. Untuk memudahkan siswa dalam menghafal ayat, seorang guru menyarankan menggunakan teknik Chunking dalam menghafal suatu ayat. Misalnya: pada materi hidup hemat surat At-Takatsur.

4. Manfaat strategi mnemonic

Dalam teknik mnemonic atau peningkatan daya ingat, memfungsikan otak kanan untuk diaktifkan, karena anak dilatih untuk membuat suatu cerita, lagu atau irama serta berimajinasi sehingga seseorang akan mudah mengingat sebuah informasi, catatan, dan lain-lain yang sudah dipelajari.

Dari itu terdapat manfaat belajar dan mengajar dengan mengoperasikan strategi mnemonic.

a. Strategi ini secara otomatis memberi semangat siswa sehingga tertarik, karena anak dilatih untuk membuat suatu cerita, berimajinasi, irama dan gambar.

b. Dengan menggunakan teknik-teknik mnemonic dapat memindahkan siswa dalam mengingat materi pelajaran yang ada.

c. Apabila siswa dapat menggunakan strategi mnemonic dengan efisien, mereka dapat memaksimalkan waktu belajar dan mengejar target lebih mudah.

d. Strategi mnemonic membantu siswa mengingat informasi lebih cepat dan mempertahankannya lebih lama.

Ada tiga unsur dasar yang terlibat dalam proses mengingat kembali secara cepat. Agar setiap pembelajaran informasi baru dapat terpatri dalam ingatan.

· Dikodekan (direkam)

· Dirawat atau diperkuat (disimpan)

· Diingat kembali melalui asosiasi Tiga unsur dasar di atas, yang akan memberikan peluang dalam menguasai pembelajaran yang harus dikuasai dan pembelajaran yang diinginkan dengan memanfaatkan waktu secara efisien.



[1] Muhibin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 72
[2] Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: PT Gramedia, 1987), hal. 42
[3] Abu Ahmadi, Psikologi Belajar (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1991), hal. 26
[4] Abu Ahmadi, Psikologi Belajar………, hal.26.
[5] Kenneth L. Higbee, Your Memory (Semarang : Dahara Prize, 2003), hal. 157
[6] Linda L Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar. (Jakarta : Erlangga, 1998), hal. 350
[7] Jean Marie Stine. Mengoptimalkan Daya piker (Jakarta : Pustaka Delapratasa, 1997) hal 79
[8] Karen Markowitz, Eric Jensen, Otak Sejuta Gigabyte (Bandung, Kaifa, 2002) hal 72
[9] Karen Markowitz, Eric Jensen, Otak Sejuta Gigabyte………….., hal.40.
[10] Karen Markowitz, Eric Jensen, Otak Sejuta Gigabyte…….., hal.72.
[11] Karen Markowitz, Eric Jensen, Otak Sejuta Gigabyte…….., hal.82.
[12] Karen Markowitz, Eric Jensen, Otak Sejuta Gigabyte…….., hal.105.
[13] Karen Markowitz, Eric Jensen, Otak Sejuta Gigabyte………., hal.83.
[14] Muhammad Nur, Strategi-strategi Belajar (Surabaya: UNESA, 2004), hal.40
[15] Muhammad Nur, Strategi-strategi Belajar…………., hal.39.
[16] Karen Markowitz, Eric Jensen, Otak Sejuta Gigabyte………, hal.86.
[17] Karen Markowitz, Eric Jensen, Otak Sejuta Gigabyte………, hal.87.

Model pembelajaran generatif




A.    PENDAHULUAN
      Pembelajaran generatif (PG) merupakan terjemahan dari Generative Learning (GL). Berdasarkan model transformasi pengetahuan menurut konstruktivis telah diajukan beberapa model pembelajaran lain. Salah satu model pembelajaran diusulkan oleh Osborne dan Wittrock pada tahun 1985 adalah model pembelajaran  generatif karena didasarkan pada teori belajar generatif dimana pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.
      Model pembelajaran generatif berbasis pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa. Hal ini ditegaskan Wittrock bahwa intisari dari pembelajaran generatif adalah otak tidak menerima informasi dengan pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan. Model pembelajaran generatif merupakan salah satu model pembelajaran yang dilakukan dengan tujuan agar siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dalam pembelajaran. Dalam teori belajar generatif merupakan suatu penjelasan tentang bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam fikirannya seperti membangun ide tentang arti sutau istilah dan membangun strategi agar sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa.
      Dewasa ini pendidikan nasional sedang dihadapkan pada berbagai krisis yang perlu mendapatkan penanganan secepatnya di antaranya mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang bermartabat, unggul dan berdaya saing. Dengan kata lain, pendidikan harus didesain yang konkrit dan riil untuk mempersiapkan generasi bukan sekedar bertahan hidup dalam era globalisasi tetapi juga untuk menguasai globalisasi. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dilakukan perubahan dan perbaikan guna meningkatkan mutu pendidikan. Ada tiga hal utama yang perlu dilakukan dalam pembaharuan pendidikan, yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektivitas metode pembelajaran.
Dalam konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) siswa dikatakan tuntas belajar apabila ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai nilai > 60 dalam peningkatan hasil belajar sekurang-kurangnya 75% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut.
      Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menekankan pembelajaran berorientasi pada paradigma konstruktivistik. Adanya paradigma konstruktivistik berpengaruh kepada strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Pada proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan siswa sebagai pebelajar aktif sehingga pembelajaran tidak berpusat kepada guru tetapi berpusat pada siswa (student centered). Proses pembelajaran berorientasi konstruktivistik salah satunya adalah model pembelajaran Generatif.
Dengan diterapkannya model pembelajaran Generatif dalam mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) diharapkan siswa mendapatkan pemahaman yang baik mengenai teknologi informasi dan komunikasi karena dengan model pembelajaran ini siswa dibimbing untuk berpikir kreatif dan kritis terhadap pembelajaran.


                                                                                                                                                            

B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Model Pembelajaran Generatif
Model pembelajaran generatif adalah salah satu model pembelajaran yang berlandaskan pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa.
Model pembelajaran generatif dikembangkan pada tahun 1985 oleh Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005). Wittrock (1992) menyatakan bahwa model pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran tentang bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya, seperti membangun ide tentang suatu fenomena atau membangun arti suatu istilah dan juga membangun strategi untuk sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa. Wittrock (Grabowski, 2001:720) mengonsepkan model pembelajaran generatif berdasarkan model syaraf dari fungsi otak dan telaah kognitif pada proses pengetahuan. Hal ini ditegaskan Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005) bahwa intisari dari pembelajaran generatif adalah otak tidak menerima informasi dengan pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan.Otak bukanlah suatu 'blank slate' yang dengan pasif belajar dan mencatat semua informasi yang diberikan.
Penerapan model pembelajaran generatif merupakan suatu cara yang baik untuk mengetahui pola pikir siswa serta bagaimana siswa memahami dan memecahkan masalah dengan baik. Secara ringkasnya model pembelajaran generatif adalah suatu model pembelajaran berdasarkan kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar. Sejalan dengan itu Jonasse (Marrison, 2011) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran generatif, “are those that require learners consciously and deliberately to relate new information to existing knowledge”. Dengan demikian melalui model pembelajaran generatif, pengetahuan yang dimiliki oleh siswa adalah hasil daripada aktivitas yang dilakukan oleh pelajar tersebut dan bukan pengajaran yang diterima secara pasif.    Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005) menjelaskan proses pengolahan input indera dalam otak:
a.       Ide yang ada dipikirkan siswa mempengaruhi dalam mengarahkan indera.
b.       Ide yang ada dipikirkan siswa menentukan masukan dari indera mana yang akan diperhatikan dan mana yang tidak.
c.       Masukan indera yang diperhatikan siswa belum mempunyai arti.
d.      Siswa membangun hubungan-hubungan antara masukan indera yang akan diperhatikannya dengan yang ada dipikirannya.
e.       Siswa membangun hubungan tersebut dan pemasukan indera untuk membangun arti pada pemasukan itu.
f.        Kadang-kadang siswa menguji arti yang dibangun dengan keterangan lain yang disimpan dalam otak.
g.      Mungkin siswa menyimpan arti yang dibangun dalam ingatan.
h.      Otak siswa begitu berperan dalam menyerap dan memaknai informasi, maka siswa sendiri adalah penanggung jawab utama dalam belajar.
Grabowski (2001: 723) mengatakan bahwa kontribusi penting pada model generatif bagaimanapun juga bergantung pada strategi guru dalam merancang situasi pembelajaran dan mengelola isi materi yang disampaikan agar menarik perhatian siswa.
Menurut Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005: 51) model pembelajaran generatif adalah model pembelajaran dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan melalui lima tahap yaitu tahap orientasi, tahap pengungkapan ide, tahap tantangan dan restrukturisasi, tahap penerapan. Menurut Tytler (Hulukati, 2005:60), model pembelajaran generatif merupakan salah satu model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika, dan terdiri dari empat fase pembelajaran yaitu fase eksplorasi pendahuluan (preliminary), fase pemusatan (focus), fase tantangan (challenge), serta fase aplikasi (application).
Tahap orientasi, merupakan tahap memotivasi siswa untuk mempelajari materi yang akan diajarkan dengan mengaitkan manfaat materi tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diberikan kesempatan untuk membangun kesan mengenai konsep yang sedang dipelajari dengan menghubungkannya dengan pengalaman sehari-hari (Osborne dan Wittrock dalam Hulukati, 2005). Tujuannya agar dalam proses pembelajaran siswa dapat membayangkan sesuatu serta dapat memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk menyelesaikan masalah pada pokok bahasan yang sedang dihadapi, dengan demikian siswa termotivasi mempelajari pokok bahasan yang akan dipelajari.
Sejalan dengan hal tersebut Asmin (2005) mengemukakan bahwa berpikir generatif adalah mencari sebanyak mungkin pemecahan yang sifatnya harus masuk akal, yang bersumber dari fakta yang ditelaah, yang merupakan cara berpikir yang menghasilkan beragam cara dalam menanggapi.
Proses menghubungkan (mengkoneksikan) pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada akan melibatkan motivasi. Pengetahuan dari konsepsi awal akan menghasilkan pemaknaan dan pemahaman siswa dalam pembelajaran. Hal ini didukung oleh teori Gagne, yaitu belajar harus didukung oleh peristiwa pembelajaran (instructional event), misalnya memotivasi siswa mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, mengarahkan perhatian siswa, membangkitkan transfer (generalisasi), memunculkan kinerja, dan memberikan umpan balik.
Dalam tahap pengungkapan ide, Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005) menjelaskan bahwa pada tahap ini guru dapat mengetahui ide atau konsep awal yang dimiliki siswa mengenai materi yang akan diajarkan. Siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan ide mereka mengenai konsep yang dipelajari. Guru berperan sebagai motivator dengan cara mengajukan pertanyaan yang bersifat menggali pengetahuan siswa (Socratic questioning) sehingga akan terungkap ide atau gagasan yang ada dalam benak siswa. Pertanyaan yang bersifat menggali dapat membantu siswa menghargai kekurangajegan cara berpikir mereka dan mengkontruksi kembali gagasan mereka dengan cara yang lebih koheren atau bertalian secara logis. Grabowski (2001: 723) mengatakan, “Teaching and design strategies that deal with attribution should result in enduring interest, persistence, and motivation”.
Ketika siswa mengungkapkan ide, siswa akan menyadari bahwa ada pendapat yang berbeda dengan teman yang lain pada topik yang sedang dipelajarinya. Hal tersebut akan menimbulkan konflik dalam dirinya sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap ide dan gagasan yang akan mendorong siswa melakukan perubahan. Ketidakpuasan tersebut dapat dibangkitkan dengan memunculkan dan meningkatkan kepedulian terhadap gagasan-gagasan mereka sendiri, meminta mereka menjelaskan konsep-konsep yang tidak sesuai, dan mendiskusikan konsep-konsep tersebut. Pada tahap ini juga siswa diberikan kesempatan untuk menggali gagasan-gagasan mereka dalam diskusi kelompok kecil untuk mendiskusikan konsep-konsep yang sedang dipelajari.
Hampir senada dengan tahap pengungkapan ide yang dikemukakan oleh Osborne dan Wittrock, Tytler (Fitriandini, 2009) mengungkapkan fase eksplorasi dan fase pemusatan (focus). Pada fase eksplorasi, guru dapat mengeksplorasi dan mengklasifikasi gagasan-gagasan siswa tentang konsep-konsep yang akan dipelajari. Konsep awal siswa pada fase ini digunakan sebagai titik tolak perencanaan program pembelajaran. Ini dilakukan guru untuk mendapatkan latar belakang gagasan atau konsep-konsep siswa dan kecenderungan tantangan pengetahuannya tentang topik yang dipelajari. Hal ini senada dengan Grobowski (2001: 741) mengungkapkan bahwa model pembelajaran generatif member kesempatan kepada siswa untuk aktif mencari informasi dan menemukan konsep pengetahuan yang baru.
Fase ini berlanjut dengan guru memberikan pertanyaan kepada siswa sebagai motivasi, membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap aspek penting dalam suatu topik, sehingga siswa memiliki dasar mengajukan pertanyaan.
Setelah fase eksplorasi, fase selajutnya menurut Tytler (Fitriandini, 2009) adalah fase pemusatan (focus). Pada fase ini guru melakukan pemusatan yang terarah pada konsep yang akan dipelajari oleh siswa. Kemudian siswa melakukan kegiatan untuk mengenal materi-materi yang digunakan untuk mengajukan pertanyaan (masalah atau soal). Pada saat itu siswa diharapkan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan topik yang dipelajari, selanjutnya respon siswa diinterpretasikan dan diklarifikasi. Selain itu juga siswa dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep yang dipelajari, melakukan refleksi dan mengklarifikasi konsepnya apa benar atau tidak. Selanjutnya para siswa mengkomunikasikan pada temannya melalui diskusi kelas atau diskusi kelompok.
Tahap Tantangan dan Restrukturisasi, guru memunculkan cognitive conflict dengan cara menyiapkan kondisi dimana siswa diminta membandingkan pendapatnya dengan pendapat temannya, serta bisa mengupayakan mengungkapkan kebenaran/keunggulan pendapatnya. Kemudian guru mengusulkan peragaan atau demonstrasi untuk menguji kebenaran pendapat mereka (Osborne dan Wittrock dalam Hulukati, 2005).
Diharapkan selama proses ini muncul konflik antara apa yang dimiliki siswa dengan apa yang dilihat dan diperagakan oleh guru. Grobowski (2001) mengemukakan, “External stimuli arouse attention through the ascending reticular activating system. Without active, dynamic, and selective attending of an environmental stimulus, it follows that meaning generation cannot occur regarding that environmental stimulus.” Setelah tahap tantangan tersebut diharapkan siswa bisa memperoleh pemahaman baru yang lebih benar mengenai konsep yang bersangkutan. Supaya siswa mempunyai keinginan untuk mengubah struktur pemahaman mereka, siswa diberikan masalah-masalah yang menantang untuk membangkitkan keberaniannya dalam mengajukan pandapatnya dan berargumentasi tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.
Tytler (Fitriandini, 2009) mengemukakan, fase tantangan (challenge) adalah fase guru berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Guru menghargai pendapat siswanya, bahkan siswa disarankan melakukan pemecahan dengan berbagai cara, misalnya dengan jalan pikirannya sendiri, bekerjasama dengan teman sejawatnya, mencari penyelesaian melalui diskusi, presentasi dan adu argumentasi (sharing) atas ide-ide yang dimiliki berkaitan dengan materi yang dibahas.
Tahap selanjutnya dalam pembelajaran generatif menurut Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005) adalah tahap penerapan, pada tahap ini siswa menerapkan konsep awal yang mereka miliki ditambah konsep baru yang mereka peroleh pada permasalahan matematika dalam bentuk latihan-latihan soal. Siswa diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks, menguji ide alternatif yang mereka bangun untuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi.
Siswa diharapkan mampu mempertimbangkan dan mengevaluasi keunggulan gagasan baru yang dia kembangkan. Kondisi ini memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan sendiri strategi penyelesaian suatu masalah. Dengan mendorong siswa secara aktif untuk mempertimbangkan strategi yang mungkin untuk menyelesaikan suatu masalah siswa akan berusaha untuk menyelesaikannya dan terpacu untuk melakukan doing mathematics. Strategi penyelesaian harus dikembangkan sendiri oleh siswa dengan menghubungkan konsep-konsep yang sudah dimiliki sebelumnya dan konsep yang sedang dipelajarinya.
Sejalan dengan tahap penerapan, Tytler (Fitriandini, 2009) mengemukakan fase terakhir dalam pembelajaran generatif yaitu fase aplikasi. Fase ini dimulai dengan kegiatan guru mengevaluasi, berupa penyajian soal sederhana yang dapat dipecahkan siswa dengan menggunakan konsep-konsep yang benar. Selanjutnya guru membimbing siswa untuk mengklarifikasi jawaban yang benar dan menunjukan bahwa konsep yang benar itu dapat diaplikasikan dalam suatu rentang situasi. Kemudian guru mernbantu siswa dalam memecahkan masalah (soal-soal) yang lebih kompleks.
Kegiatan siswa dalam fase terakhir ini antara lain adalah memecahkan soal-soal praktis berdasarkan konsep-konsep yang benar, menyajikan solusi dari suatu masalah kepada teman sejawatnya, berdiskusi dan beradu argumentasi tentang konsep-konsep yang benar, dan secara kritis mengevaluasi penggunaan konsep-konsep itu adalah situasi yang berbeda. Pada fase ini siswa mengevaluasi dan membandingkan antara pengetahuan tentang konsep-konsep sebelumnya dengan konsep yang telah dikontruksi, dan mengadakan refleksi terhadap prosedur yang ditempuh. Selanjutnya guru mengadakan review terhadap perubahan-perubahan ide-ide siswa sebagai hasil restrukturisasi terhadap gagasan atau ide awalnya.
Tahap terakhir menurut Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005) adalah tahap melihat kembali. Siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan dari konsep yang dimilikinya, kemudian memilih cara/konsep yang paling efektif dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa juga diharapkan dapat mengingat kembali konsep yang sudah dipelajari secara keseluruhan. Kondisi ini memberikan peluang kepada siswa untuk mengungkap tentang apa yang sudahdan sedang dikerjakannya. Apakah yang dikerjakannya itu sudah sesuai dengan apa yang dipikirkannya.
Dalam belajar generatif siswa sendirilah yang aktif membangun pengetahuannya, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajaran. Model pembelajaran generatif berbasis pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa. Empat peran utama guru yang harus diperhatikan dalam pembelajaran generatif (Tytler dalam Hidayati, 2008 : 16) yaitu:
a.       Stimulator rasa ingin tahu.
Guru berperan menggugah perhatian dan memotivasi siswa untuk menyimak tujuan riil pembelajaran. Rasa ingin tahu ditumbuhkembangkan. Untuk itu, guru harus merancang aktivitas- aktivitas yang dapat memberi kejutan bagi siswa.
b.      Membangkitkan dan menantang ide-ide siswa.
Guru berperan sebagai pembangkit, pemberi semangat, merangsang siswa untuk berfikir kritis dalam mengemukakan argumen maupun dalam melakukan investigasi.
c.        Sebagai narasumber.
Guru mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan oleh siswa serta menyiapkan informasi yang memadai baik tertulis maupun verbal ataupun menyusun rencana untuk menggunakan alat peraga yang mendukung dalam proses belajar mengajar di kelas.
d.       Sebagai senior co-investigator.
Istilah ini dapat diartikan bahwa siswa sebagai investigator, guru berperan sebagai pembantu investigasi (co-investigato), karena guru lebih berpengalaman dari siswanya maka muncullah istilah senior co-investigator. Guru berperan sebagai model bagi siswa dalam mengajukkan pertanyaan, juga merancang suatu aktivitas pembelajaran berupa diskusi ilmiah sehingga timbul sikap respek siswa terhadap teman sejawat.
Sutrisno (Hulukati, 2005) mengemukakan bahwa dari kegiatan belajar yang dilakukan dalam model pembelajaran generatif terlihat bahwa siswa diharapkan dapat mengutarakan konsepnya deng disertai argumentasi, untuk mendukung konsepnya tersebut dan diharapkan siswa dapat beradu pendapat dengan siswa lain. Hal ini diharapkan dapat berpengaruh positif karena siswa akan terbiasa menghargai konsep orang lain dan terbiasa mengutarakan pendapatnya tanpa dibebani rasa ingin menang atau takut kalah.
Grabowski (2001) mengatakan bahwa model pembelajaran generatif bukan model pembelajaran penemuan (discovery learning) tetapi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centric learning) dengan siswa secara aktif membangun makna dari pembelajaran. Wittrock (1992) mengemukakan, “This functional model of generative learning leads to the design of effective instructional procedures that often produce sizable gains in comprehension and understanding.” Jadi model pembelajaran generatif diharapkan dapat menarik perhatian siswa untuk secara aktif meningkatkan pemahamannya terhadap materi pembelajaran.
Adapun proses pumbentukan pengetahuan dalam model pembelajaran generatif, menurut Osborne dan Wittrock juga Van Den Berg (Farley, 2007:20) disajikan seperti dalam gambar.
Sekarang ini telah berkembang cukup banyak metode dan strategi pembelajaran yang bias membangkitkan dan meningkatkan pemahaman siswa, salah satunya adalah dengan strategipembelajaran Generatif (Generatif Learning). Dengan assessment unjuk kerja (performance assessment). Pembelajaran Generatif  adalah pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secaraaktif antara materi atau pengetahuan baru yang diperoleh dengan schemata (Baharuddin dan Wahyuni,2009:128).
Teori belajar generatif merupakan suatu penjelasan tentang bagaimana seseorang siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya, seperti membangun ide tentang suatu fenomena atau membangun arti untuk suatu istilah dan juga membangun strategi untuk sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa .
Pembelajaran generatif (PG) merupakan terjemahan dari Generative Learning (GL). Berdasarkan model transformasi pengetahuan menurut konstruktivis telah diajukan beberapa model pembelajaran lain. Salah satu model pembelajaran diusulkan oleh Osborne dan Wittrock pada tahun 1985 adalah model pembelajaran
generatif karena didasarkan pada teori belajar generatif dimana pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.
Intisari dari model pembelajaran genertif adalah bahwa otak tidak menerima informasi dengan pasif melainkan justru juga aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan. Untuk lebih jelasnya kelima tahapan dalam model pembelajaran generatif dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Tahap Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk membangun kesan mengenai konsep yang sedang dipelajari dengan mengaitkan materi dengan pengalaman sehari-hari. Tujuannya agar siswa termotivasi mempelajari konsep tersebut.
b.      Tahap pengungkapan ide, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan ide mereka mengenai konsep yang dipelajari. Pada tahap ini siswa akan menyadari bahwa ada pendapat yang berbeda mengenai konsep tersebut.
c.       Tahap tantangan dan restrukturisasi, yaitu guru menyiapkan suasana dimana siswa diminta membandingkan pendapatnya dengan pendapat siswa lain dan mengemukakan keunggulan dari pendapat mereka tentang konsep yang dipelajari. Kemudian guru mengusulkan peragaan demonstrasi untuk menguji kebenaran pendapat siswa. Pada tahap ini diharapkan siswa sudah mulai mengubah struktur pemahaman mereka (conceptual change).
d.      Tahap penerapan, yaitu kegiatan dimana siswa diberi kesempatan untuk menguji ide alternatif yang mereka bangun unuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi. Siswa diharapkan mampu mengevaluasi keunggulan konsep baru yang dia kembangkan. Melalui tahap ini guru dapat meminta siswa menyelesaikan persoalan baik yang sederhana maupun yang kompleks.
e.       Tahap melihat kembali, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan dari konsepnya yang lama. Siswa juga diharapkan dapat mengingat kembali apa saja yang mereka pelajari selama pembelajaran.
Basis generatif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restrukturisasi sajian konsep, aplikasi, rangkuman, evaluasi, dan refleksi.
Model pembelajaran generatif berbasis pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa. Hal ini ditegaskan Wittrock bahwa intisari dari pembelajaran generatif adalah otak tidak menerima informasi dengan pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan.
Model pembelajaran generatif merupakan salah satu model pembelajaran yang dilakukan dengan tujuan agar siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dalam pembelajaran. Dalam teori belajar generatif merupakan suatu penjelasan tentang bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam fikirannya seperti membangun ide tentang arti sutau istilah dan membangun strategi agar sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa.
Strategi pembelajaran Generatif  terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap explrorasi, pemfokusan,tantangan, dan tahap penerapan (Wena, 2009:177). Dimana pada setiap tahap siswa dituntut untuk aktif dan saling bekerjasama dengan teman kelompoknya untuk menyusun materi yang akan dipelajari,sehingga setelah materi selesai disusun secara tertulis oleh siswa, maka siswa mempresentasikan materi secara bergantian sesuai dengan urutan masing-masing kelompok. Maka selanjutnya menurut Sutarmandan Swasono (dalam Wena, 2009:180) pada tahap akhir (tahap penerapan konsep) guru bisa memintasiswa untuk mengerjakan tugas PR dengan beberapa latihan soal-soal atau bisa dengan tugas proyekyang dilaksanakan di luar jam pertemuan.


































Proses pembentukan pengetahuan dalam model pembelajaran generative

2.      Prinsip Model Pembelajaran Generatif
            Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran Generatif Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000:2-15) dan Katu (1995.a: 1-2), diantaranya adalah :
a.       Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami inforamasi-informasi baru.
b.      Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini. Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.
c.       Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada mahasiswa untuk bekerja atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, mahasiswa sebaiknya lansung saja diberikan tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.
d.      Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down berarti mahasiswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut, mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru/dosen atau teman sebaya yang lebih mampu.
e.       Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita menyampaikan informasi kepada mahasiswa, tetapi mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
f.       Menganut visi mahasiswa ideal, yaitu seorang mahasiswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.
g.      Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.
h.      Sejumlah penelitian (Slavin, 1997: )yang menunjukkan pengaruh positif pendekatan-pendekatan konstruktivis yang melandasi pembelajaran generatif terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional, diantaranya adalah : dalam bidang matematika (Carpenter dan Fennema, 1992), bidang sains (Neale, Smith, dan Johnson, 1992), membaca (Duffi dan Rochler, 1986), menulis (Bereiter dan Scardamalia, 1987). Penelitian Knapp (1995) menemukan suatu hubungan positif pendekatan-pendekatan konstruktivis dengan hasil belajar
3.      Kelemahan Dan Kelebihan Model Pembelajaran Generatif
a.       Kelemahan
            Kekurangan atau kelemahan model pembelajaran generative menurut imam (2010) memerlukan waktu yang relative lama. Wena (imam,2010) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran generatif dihawatirkan terjadi salah konsep bagi siswa oleh karena itu guru harus membimbing siswa dalam menggali pengetahuan dan mengevaluasi hipotesis siswa pada tahap tantangan setelah siswa malakuka presentasi. Sehingga siswa dapat memahami materi dengan benar, meskipun usaha menggali pengetahuan sebagian besar adalah dari siswa itu ssendiri.
b.      Kelebihan
            Menurut sutarman (imam, 2010) kelebihan pembelajaran generative antara lain:
1)            Pembelajaran generatif memberikan peluang kepada siswa untuk belajar secara kooperatif.
2)            Merangsang rasa ingin tahu siswa
3)            Pembelajaran generatif untuk meningkatkan kataerampilan proses
4)            Meningkatkan aktifitas belajar siswa, di antaranya dengan bertukar fikiran dengan siswa yang lainnya, menjawab pertannyaan dari guru, serta berani tampil untuk mempresentasikan hipotesisnya.
4.      Langkah - Langkah Model Pembelajaran Generatif
Langkah-langkah atau tahapan pembelajaran generatif menurut Katu (1995:5-6), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan sebagai berikut :
a.       Tahap-1 : Pengingatan
Pada tahap awal ini, dosen menuliskan topik dan melibatkan mahasiswa dalam diskusi yang bertujuan untuk menggali pemahaman mereka tentang topik yang akan dibahas. Mereka diajak untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik tersebut. Mereka diminta mengomentari pendapat teman sekelas dan membandingkannya dengan pendapat sendiri. Tujuan dari tahap pengingatan ini adalah untuk menarik perhatian mahasiswa terhadap pokok yang sedang dibahas, membuat pemahaman mereka menjadi eksplisit, dan sadar akan variasi pendapat di antara mereka sendiri. Untuk membuat suasana menjadi kondusif, dosen diharapkan tidak akan menilai mana pendapat yang “salah” dan mana yang “benar”. Yang perlu dilakukan adalah membuat mereka berani mengemukakan pendapatnya tanpa takut disalahkan. Sebaiknya pertanyaan yang diajukan dosen adalah pertanyaan terbuka.
b.      Tahap-2 : Tantangan dan Konfrontasi
dosen mengetahui pandangan sebagian mahasiswanya, dosen mengajak mereka untuk mengemukakan fenomena atau gejala-gejala yang diperkirakan muncul dari suatu peristiwa yang akan didemonstrasikan kemudian. Mereka diminta mengemukakan alasan untuk mendukung dugaan mereka. Mereka juga diajak untuk menanggapi pendapat teman satu kelas mereka yang berbeda dari pendapat sendiri. Dosen diharapkan untuk mencatat dan mengelompokkan dugaan dan penjelasan yang muncul di papan tulis. Secara sadar dosen mempertentangkan pendapat-pendapat yang berbeda itu. Setelah itu dosen melaksanakan demonstrasi dan meminta mahasiswa untuk mengamati dengan seksama gejala yang muncul. Dosen perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencerna apa yang mereka amati, akan merasa terganggu dan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya. Setelah itu barulah dosen menayakan apakah gejala yang mereka amati itu sesuai atau tidak dengan pikiran mereka. Dengan menggunakan cara dialog yang timbal balik dan saling melengkapi, diharapkan mereka dapat menemukan jawaban atas gejala yang mereka amati. Dalam hal ini dosen menyiapkan perangkat demonstrasi, tampilan gambar, atau grafik yang dapat membantu mahasiswa menemukan alternatif jawaban atas gejala yang diamati.
c.       Tahap-3 : Reorganisasi Kerangka Kerja Konsep
Pada tahap ini dosen membantu mahasiswa dengan mengusulkan alternatif tafsiran menurut fisikawan dan menunjukkan bahwa pandangan yang dia usulkan dapat menjelaskan secara koheren gejala yang mereka amati. Mahasiswa diberikan beberapa persoalan sejenis dan menyarankan mereka menjawabnya dengan pandangan alternatif yang diusulkan dosen. Diharapkan mereka akan merasakan bahwa pandangan baru dari dosen tersebut mudah dimengerti, masuk akal, dan berhasil dalam menjawab berbagai persoalan. Diharapkan mahasiswa mulai mereorganisasi kerangka berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur dan hubungan antar konsep-konsep. Proses reorganisasi ini tentu membutuhkan waktu.
d.      Tahap-4 : Aplikasi Konsep
Pada tahap ini, dosen memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang berbeda untuk diselesaikan oleh mahasiswa dengan kerangka konsep yang telah mengalami rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan baru mereka pada situasi dan kondisi yang baru. Keberhasilan mereka menerapkan pengetahuan dalam situasi baru akan membuat para mahasiswa makin yakin akan keunggulan kerangka kerja konseptual mereka yang sudah direorganisasi. Pelatihan ini dimaksudkan juga untuk lebih menguatkan hubungan antar konsep di dalam kerangka berpikir yang baru mengalami reprganisasi.
e.       Tahap-5 : Menilai Kembali
Dalam suatu diskusi, dosen mengajak mahasiswanya dalam menilai kembali kerangka
kerja konsep yang telah mereka dapatkan.
      Beberapa Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Generatif, Dalam melaksanakan pembeljaran generatif, menurut Sutrisno (1995:3), dosen perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Menyajikan demonstrasi untuk menantang intuisi mahasiswa. Setelah dosen mengetahui intuisi yang dimiliki mahasiswa, dosen mempersiapkan demonstrasi yang menghasilkan peristiwa yang dapat berbeda dari intuisi mahasiswa. Dengan melihat peristiwa yang berbeda dari dugaan mereka maka di dalam pikiran mereka timbul perasaan kacau (dissonance) yang secara psikologis membangkitkan perasaan tidak tenteram sehingga dapat memotivasi mereka untuk mengurangi perasaan kacau itu dengan mencari alternatif penjelasan.
b.      Mengakomodasi keinginan mahasiswa dalam mencari alternatif penjelasan dengan menyajikan berbagai kemungkinan kegiatan mahasiswa antara lain berupa eksperimen/percobaan, kegiatan kelompok menggunakan diagram, analogi, atau simulasi, pelatihan menggunakan tampilan jamak (multiple representation) untuk mengaktifkan mahasiswa dalam proses belajar. Variasi kegiatan ini dapat membantu mahasiswa memperoleh penjelasan yang cukup memuaskan.
c.       Untuk lebih memperkuat pemahaman mereka maka dosen dapat memberikan soal-soal terbuka (open-ended questions), soal-soal kaya konteks (context-rich problems) dan pertanyaan terbalik (reverse questions) yang dapat dikerjakan secara kelompok.
Tahapan-tahapan model pembelajaran generatif yang secara aktif mengkonstruksi pengetahuan siswa dalam penelitian ini adalah tahap orientasi, tahap pengungkapan ide, tahap tantangan dan restrukturisasi, tahap penerapan, dan tahap review atau melihat kembali. Secara teoritik tahapan-tahapan dalam model pembelajaran generatif dapat mengembangkan kemampuan koneksi dan penalaran matematis, diantaranya:
a.       Pada tahap orientasi, siswa diberi kesempatan untuk membangun kesan mengenai topik yang akan dibahas dengan mengaitkan (mengkoneksikan) pengetahuan awal yang siswa miliki serta pengalaman sehari-hari.
b.      Pada tahap pengungkapan ide, siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan ide mereka mengenai topik yang akan dibahas. Hakekat matematika sebagai ilmu yang terstruktur mempunyai arti bahwa setiap topik dalam matematika mempunyai keterkaitan, hubungan/koneksi satu sama lain. Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari hubungan/koneksi dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
c.        Pada tahap tantangan dan restrukturisasi, diharapkan terjadi perubahan struktur kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi, mengganti konseps yang terdahulu dengan konsep yang baru dan benar sehingga siswa dapat memahami materi.
d.      Pada tahap aplikasi, siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan persoalan/masalah dengan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Persoalan yang diberikan memungkinkan siswa untuk memilih strategi penyelesaian mencari hubungan/koneksi konsep-konsep yang terdahulu, pengalaman sehari-hari dengan konsep yang sedang dipelajari.
e.       Pada tahap evaluasi atau melihat kembali, siswa diberikan kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan dari konsep dan strategi penyelesaian yang dipilih. Kondisi ini memberikan peluang kepada siswa untuk membenahi pemahamannya dan menyadari hubungan/koneksi dalam setiap konsep matematika, baik dengan konsep matematika itu sendiri maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Generatif
Tahapan
Pembelajaran Generatif
Tahap Orientasi
a.       guru menyampaikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran
b.      guru menjelaskan tentang penggunaan model pembelajaran generatif terhadap materi yang akan diajarkan
c.       tes awal berupa pre test dilakukan untuk mengetahui konsepsi awal siswa sebelum pembelajaran.
Tahap pengungkapan ide
a.       guru memberikan pertanyaan terhadap materi yang akan diajarkan, yang sesuai dengan fenomena yang terjadi disekitar lingkungan siswa.
b.      Siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ide yang ketahuinya.
c.       Setiap respon siswa diberikan reward oleh guru dengan tidak memperhatikan benar atau salah.
Tahap Tantangan dan restrukturisasi
a.       Guru menunjikkan media gambar yang berkaitan dengan materi ajar barupa lima gambar sebuah bangun baik ruang maupun datar.
b.      Siswa memberikan respon terhadap gambar yang ditunjukkan oleh guru.
c.       Guru memberikan reward terhadap respon siswa.
d.      Guru memberikkan koreksi terhadap respon siswa.
Tahap Penerapan
a.       Guru mengelompokkan siswa kedalam beberapa kelompok.
b.      Guru membagikan lembar kerja siswa(LKS) kepada setiap kelompok dan menjelaskan petunjuk pengerjaannya.
c.       Siswa yang telas dikelompokkan dan mengerjakan tugas LKS dengan berdiskusi bersama kelompok masing-masing untuk membentuk konsepsi baru.
Tahap Pengulangan kembali
a.          Guru memperjelas kembali materi yang telah dibahas dan siswa dap mengevaluasi konsep baru yang telah dikembangkan.
b.         Tes terakhir berupa post test dilakukan untuk mengetahui konsepsi akhir siswa.
c.          Guru menyuruh siswa lebih memperdalam materi yang diajarkan dengn belajar dirumah melihat fenomena dilingkungan sekitar siswa.

5.      Aplikasi dalam pembelajaran matematika
      Melalui Generatif Learning, diharapkan perilaku siswa yangpada mulanya bersifat pasif menjadi aktif, baik aktif dalam bertanya, menyampaikan pendapat, sertabekerjasama dengan siswa lainnya. Dari perubahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran, bangu datar dan bangun ruang khususnya pada pokok bahasan belah ketupat dan layang-layang Dalam menerapkan strategi Generatif Learning ini, diperlukan suatu teknik penilaian yang dapat mengukur dan menilai tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran.





























C.    KESIMPULAN
      Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: Model pembelajaran generatif adalah salah satu model pembelajaran yang berlandaskan pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa.
      Untuk dapat menggunakan model pembelajaran generative ini memerlukan waktu yang relative lama akan tetapi pengetahuan yang dicapai mendalam, karena siswa dapat memahami materi dengan benar, meskipun usaha menggali pengetahuan sebagian besar adalah dari siswa itu ssendiri.
Dalam menggunakan model pembelajaran ini terdapat 5 langkah, yaitu:
1        Tahap Orientasi
2        Tahap pengungkapan ide
3        Tahap Tantangan dan restrukturisasi
4        Tahap Penerapan
5        Tahap mengulang kembali
      Melalui Generatif Learning, diharapkan perilaku siswa yangpada mulanya bersifat pasif menjadi aktif, baik aktif dalam bertanya, menyampaikan pendapat, sertabekerjasama dengan siswa lainnya.












DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Sumarmo, U. 2000. Kecendrungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21. Makalah pada Seminar diUNSWAGATI, Cirebon 10 September 2000.(Tidak dipublikasikan)
Sutarman dan Swarsono. 2003.Implementasi Pembelajaran Generatif Berbasis Konstruktivisme sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas III pada Bidang Fisika diSLTP 17 Malang. Lemlit-UM, Malang
Sutikno, Sobry M. 2007. Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna. Mataram, NTP Press
Uno, Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta, Bumi Aksara
Sinambela, 2006. Keefektifan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam Pembelajaran Matematika . Jurnal Pendidikan Matematika (MATHEDU)PPs UNESA
Maria, S. 1999. Penerapan Model Belajar Generatif dalam Pembelajaran Rangkaian Listrik Arus Searah di SMU. Tesis PPs IKIP Bandung (Tidak dipublikasikan)



Website:
(http://scied.gsu.edu/Hassard/mos/ 7.6.html, diakses 07 desember 2012)







            DAFTAR ISI
Daftar Isi.......................................................................................................................... i
A.    PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
B.     PEMBAHASAN............................................................................................................. 3
1.      Pengertian Model Pembelajaran Generatif................................................................ 3
2.      Prinsip Model Pembelajaran Generatif...................................................................... 14
3.      Kelemahan Dan Kelebihan Model Pembelajaran Generatif...................................... 15
4.      Langkah - Langkah Model Pembelajaran Generatif.................................................. 16
5.      Aplikasi Pada Pembelajaran matematika Sekolah..................................................... 20
D.    KESIMPULAN..................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA