Abstrak.
Model
pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu alternatif yang dapat
digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
baik. Model pembelajaran ARIAS berisi lima komponen yang merupakan satu
kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran yaitu assurance,
relevance, interest, assessment, dan satisfaction yang dikembangkan berdasarkan
teori-teori belajar.
Model
ini sudah dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu salah satu SD negeri di
Kota Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi
Banyu Asin (percobaan kedua). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa
model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil percobaan tersebut model
pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa.
Kata
kunci: motivasi berprestasi, hasil belajar siswa, ARIAS, kegiatan pembelajaran
1. Pendahuluan
Salah
satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil belajar
siswa. Suatu tes terhadap sejumlah siswa SD dari berbagai kabupaten dan
propinsi menunjukkan hasil belajar siswa sangat rendah (Lastri 1993:12). Nilai
Ebtanas siswa SD dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1993/1994 sampai dengan
1997/1998) menunjukkan hasil belajar yang kurang menggembirakan (Depdikbud,
1998).
Hasil
belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal)
maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang
termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya
kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang
termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya
guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982: 11) mengemukakan tiga
faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif,
motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah
kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran
yang digunakan.
Sering
ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik
tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu
terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu
sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah
mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang sederhana, sistematik,
bermakna dan dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi
berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan hal itu, maka dengan
memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar dikembangkanlah suatu model
pembelajaran yang disebut dengan model pembelajaran ARIAS. Untuk mengetahui
bagaimana pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan
hasil belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang
berbeda. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS
memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar
siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran ARIAS ini dapat digunakan oleh para
guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai
suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa. Tujuan percobaan lapangan ini untuk mengetahui apakah ada
pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil
belajar.
2. Kajian Teori dan Pembahasan
2.1 Model Pembelajaran ARIAS
Model
pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS (Attention,
Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987:
2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi
motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan
berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua
komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan
(expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh
Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran
itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim
ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model
pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan
pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada
model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi
merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran.
Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi
perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan
untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar
yang diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang dilaksanakan selama
proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan
Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya
evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen
evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan
modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima komponen
yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence
(percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi).
Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance,
dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri)
menjadi assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence
(Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa
siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa
percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga
penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat)
sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak
hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap
memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun
dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan
satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan
pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan
pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan
memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan
rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan
mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS
sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi
ini disebut model pembelajaran ARIAS.
2.2 Komponen Model Pembelajaran
ARIAS
Seperti
yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen
(assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun
berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan
yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing
komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan
meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
Komponen
pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu
berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan
dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura seperti
dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap
percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia
miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai
sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan
tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan
dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau
harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu
keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri
memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang
baik secara terus menerus (Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan
berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha
dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin,
penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil,
siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga
dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang
lain. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri
adalah:
-
Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada
siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang
terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau
potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah
satu cara menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa.
Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433) penggunaan model seseorang yang
berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat dukungan luas
dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap
percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979: 88) sudah
dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.
-
Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai
keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab
pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).
-
Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai
dengan kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang
mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap
sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti
dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne (1987: 175-202) merupakan salah satu
usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa.
-
Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan
melatih suatu keterampilan.
Komponen
kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan
siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang
berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller,
1987: 2-9). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki
nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong
mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan
kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah
tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan
akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang
jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman
apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan
yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140).
Dalam
kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam
pembelajaran adalah:
-
Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan
memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk
mencapai tujuan tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil
belajar mereka.
-
Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang
dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.
-
Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan
pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas yaitu
bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang
langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain
memberi keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan
mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental,
emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat lingkup
permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4) Menggunakan berbagai
alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan.
Dengan demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media
pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.
Komponen
ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan
minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966:
23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller
seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam kegiatan
pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga
harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu,
guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian
dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya
minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa
melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik
sesuai dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara
minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan
dalam kegiatan pembelajaran.
Minat/perhatian
merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar siswa.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga
minat/perhatian siswa antara lain adalah:
-
Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang
lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
-
Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam
pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan
dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu
dipecahkan.
-
Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti
dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat
ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.
-
Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi
dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk
menarik minat/perhatian siswa.
Komponen
keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan
dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam
pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lefrancois, 1982:
336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982: 336) evaluasi
merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh
siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok;
untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam
belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan
yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi
berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31). Evaluasi terhadap siswa dilakukan
untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Apakah
siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan
pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh
guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self
assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap
diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa
untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang
maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki
diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan
evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa
meningkatkan keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Martin dan Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa
evaluasi diri secara luas sangat membantu dalam pengembangan belajar atas
inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk
meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan apa yang
dikemukakan Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76)
bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu,
untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam
kegiatan pembelajaran. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
evaluasi antara lain adalah:
- Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
- Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa.
- Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
- Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.
Komponen
kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan
dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar
satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil
mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan
tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut
untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70).
Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada
siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower,
1975:561). Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul
dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana
individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau
mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena
pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut
kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga dan
puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat
verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan penghargaan
(reward) menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs (1979: merupakan suatu penguatan
(reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, memberikan
penghargaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi
hasil belajar siswa (Hilgard dan Bower, 1975: 561). Untuk itu, rasa bangga dan
puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa. Beberapa cara yang dapat
dilakukan antara lain :
-
Memberi penguatan (reinforcement), penghargaan yang pantas baik secara verbal
maupun non-verbal kepada siswa yang telah menampilkan keberhasilannya. Ucapan
guru : “Bagus, kamu telah mengerjakannya dengan baik sekali!”. Menganggukkan
kepala sambil tersenyum sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap suatu
pertanyaan, merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa yang telah berhasil
melakukan suatu kegiatan. Ucapan yang tulus dan/atau senyuman guru yang
simpatik menimbulkan rasa bangga pada siswa dan ini akan mendorongnya untuk
melakukan kegiatan lebih baik lagi, dan memperoleh hasil yang lebih baik dari
sebelumnya.
-
Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan yang
baru diperoleh dalam situasi nyata atau simulasi.
-
Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga mereka merasa
dikenal dan dihargai oleh para guru.
-
Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman mereka yang mengalami
kesulitan/memerlukan bantuan.
2.3 Penggunaan Model Pembelajaran
ARIAS
Penggunaan
model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejak awal, sebelum guru melakukan
kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini digunakan sejak guru
atau perancang merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran
misalnya. Satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman) guru kelas dan satuan
pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa. Satuan pelajaran sebagai pegangan
bagi guru disusun sedemikian rupa, sehingga satuan pelajaran tersebut sudah
mengandung komponen-komponen ARIAS. Artinya, dalam satuan pelajaran itu sudah
tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan untuk menanamkan rasa percaya
diri pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan, membangkitkan
minat/perhatian siswa, melakukan evaluasi dan menumbuhkan rasa dihargai/bangga
pada siswa. Guru atau pengembang sudah merancang urutan semua kegiatan yang
akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan digunakan, media
pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang dibutuhkan, dan
bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian pelaksanaan
kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan situasi, kondisi dan lingkungan siswa.
Demikian juga halnya dengan satuan pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa.
Bahan/materi tersebut harus disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS.
Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi, pada bahan/materi dapat
menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu, dan apa yang
dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi
bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengadakan evaluasi diri dan siswa merasa dihargai yang
dapat menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru dan/atau pengembang agar
menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, kata-kata yang jelas dan
kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga maksudnya dapat dengan
mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar dilengkapi dengan gambar
yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat menimbulkan
berbagai macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa lebih mudah memahami
bahan/materi yang sedang dipelajari.
Siswa
dapat membayangkan/mengkhayalkan apa saja, bahkan dapat membayangkan dirinya
sebagai apa saja (McClelland, 1987: 29). Bahan/materi disusun sesuai urutan dan
tahap kesukarannya perlu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan
keingintahuan dan memungkinkan siswa dapat mengadakan evaluasi sendiri.
3. Hasil Percobaan di Lapangan
Model
pembelajaran ARIAS telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang
berbeda. Pertama model ini dicobakan kepada sejumlah siswa kelas V dari sebuah
sekolah dasar (SD) Negeri di Kota Palembang selama satu caturwulan yaitu catur
wulan III tahun ajaran 1995/1996. Sekolah ini diambil sebagai sampel secara
acak sederhana dari sejumlah SD negeri setara di Kota Palembang yang memiliki
kelas V paralel. Dari keseluruhan siswa SD ini diambil 60 orang siswa kelas V
sebagai sampel yang dikelompokkan ke dalam empat kelompok, di mana
masing-masing kelompok berjumlah 15 orang siswa. Sampel siswa ini juga diambil
secara acak sederhana. Percobaan menggunakan metode eksperimen dengan rancangan
faktorial 2 x 2. Untuk memperoleh data yang diperlukan digunakan instrumen tes
hasil belajar dan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Data yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA—2 jalur dengan uji F pada
taraf signifikansi a = 0,05.
Percobaan
kedua juga menggunakan metode eksperimen dengan rancangan 2 x 2 dilaksanakan di
SD yang berbeda, yaitu sebuah SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin.
Lama percobaan selama satu caturwulan yaitu catur wulan II tahun ajaran
1996/1997. Jumlah sampel sebanyak 80 orang siswa yang dikelompokkan ke dalam
empat kelompok di mana masing-masing kelompok berjumlah 20 orang siswa. Baik
sampel SD maupun sampel siswa diambil secara acak sederhana. Untuk memperoleh
data yang diperlukan digunakan tes motivasi berprestasi. Data yang diperoleh
juga dianalisis dengan ANAVA—2 jalur pada taraf signifikansi a =
0,05. Seperti halnya pada percobaan pertama, pada percobaan kedua ini juga
dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji Lilliefors untuk normalitas dan
uji Bartlett untuk homogenitas data.
Apakah
motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran
ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.
Untuk itu baik pada percobaan pertama maupun pada percobaan kedua, siswa
dikelompokkan ke dalam kelompok kontrol dan eksperimen. Kegiatan pembelajaran
pada kelompok eksperimen dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran ARIAS.
Satuan pelajaran yang disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS
disusun/dikembangkan oleh penulis. Pada kelompok kontrol kegiatan pembelajaran
dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran non-ARIAS, dengan satuan pelajaran
disusun oleh guru kelas bersangkutan. Pada kedua percobaan ini dilakukan
pengontrolan validitas internal dan eksternal. Pengontrolan validitas internal
adalah:
(1)
Menyetarakan setiap kelompok pada awal percobaan dengan menganalisis skor tes
awal setiap kelompok untuk menghindari efek pemilihan subjek yang berbeda;
(2)
Menggunakan instrumen yang sama untuk tes akhir dan tes awal guna menghindari
efek perbedaan instrumen pengukur;
(3)
Mengusahakan agar tidak ada subjek yang mengundurkan diri selama penelitian
berlangsung untuk menghindari efek kehilangan subjek dalam percobaan;
(4)
Memberikan perlakuan yang relatif singkat, untuk menghindari efek pematangan
dan efek tes awal. Pengontrolan validitas eksternal adalah:
1.
Penentuan kelompok kontrol, kelompok eksperimen dan pemilihan guru yang
memiliki kualifikasi setara ditetapkan secara acak;
2.
Suasana belajar, situasi kelas, dan kondisi setiap kelompok semua sama seperti
hari-hari belajar biasa, kecuali penggunaan model pembelajaran ARIAS pada
kelompok eksperimen, untuk menghindari efek lingkungan yang dapat menyebabkan
reaksi yang berlebihan dari siswa;
3.
Selama percobaan siswa tidak diberitahu bahwa sedang ada penelitian untuk
menghindari efek Howthorne dan John Henry.
Hasil
ANAVA menunjukkan bahwa pada percobaan pertama Fo=10,74 jauh lebih besar dari
Ft=4,02 pada taraf signifikansi a = 0,05, dan perbedaan rerata skor antara
kedua kelompok XA=78,80 > Xn-A=75,93 (Sopah, 1999: 120 – 121). Hasil ini
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS
lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS. Pada
percobaan kedua Fo=8,44 lebih besar dari Ft=3,96 pada taraf signifikansi a =
0,05, dan perbedaan rerata skor antara kedua kelompok adalah XA=18,55 >
Xn-A=15,98 (Sopah,1998: 99-100). Hasil ini menunjukkan bahwa motivasi
berprestasi siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada
mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.
Hasil
kedua percobaan menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran ARIAS
terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar. Motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada
mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.
4. Penutup
Dari
hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam
usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan
lapangan ini menunjukkan hasil positif namun kedua percobaan ini memiliki
beberapa keterbatasan, yaitu:
Dari
hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam usaha
meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan
lapangan ini menunjukkan hasil positif namun kedua percobaan ini memiliki beberapa
keterbatasan, yaitu:
-
Percobaan ini dilakukan dengan mengambil sampel salah satu SD negeri di Kota
Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi
Banyu Asin (percobaan kedua). Walaupun sampel ini diambil secara acak, namun
jumlahnya sangat terbatas, sehingga hasilnya belum tentu dapat
digeneralisasikan ke wilayah yang lebih luas. Untuk itu, perlu penelitian
sejenis lainnya dengan sebaran dan wilayah sampel yang lebih luas. Dengan
dukungan hasil penelitian sejenis ini maka diharapkan dapat merupakan bahan
pertimbangan penggunaan model pembelajaran ARIAS di Sekolah Dasar.
-
Waktu yang digunakan untuk percobaan ini juga terbatas. Percobaan hanya
berlangsung selama satu catur wulan. Karena waktunya terbatas, maka bahan atau
materi yang diberikan juga terbatas, belum begitu banyak. Meskipun dalam
percobaan ini telah dilakukan pengendalian secara cermat, namun karena
terbatasnya waktu dan bahan yang diberikan kemungkinan adanya pengaruh variabel
lain yang tidak terkendali dapat terjadi. Untuk itu, perlu adanya penelitian
lanjutan yang waktunya lebih lama, bahan/materi yang diberikan lebih banyak,
sehingga dapat lebih mencerminkan bahwa model pembelajaran ARIAS dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa atau tidak.
-
Bidang studi yang digunakan terbatas pada satu bidang studi bahkan satu
subbidang studi. Hasil baik yang diperoleh dalam subbidang studi ini belum
tentu memberikan hasil yang sama pada bidang studi lain. Karena itu juga perlu
adanya penelitian sejenis lainnya pada berbagai bidang studi, sehingga dapat
mencerminkan besarnya pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap hasil belajar
siswa.
-
Dalam percobaan ini satuan pelajaran yang disusun menurut model pembelajaran
ARIAS, baik untuk pegangan guru maupun sebagai bahan/materi bagi murid disusun
oleh penulis. Satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS ini dicobakan
dan ternyata hasilnya baik. Hasil baik ini mungkin perlu didukung oleh
penelitian sejenis lainnya di mana satuan pelajaran menurut model pembelajaran
ARIAS disusun oleh guru bersangkutan. Dengan demikian akan terlihat apakah
memang satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS yang disusun oleh guru
dengan berbagai macam keterbatasannya juga akan mencapai hasil yang lebih baik.
Pustaka
Acuan :
Beard, Ruth M.
dan Senior, Isabel J. 1980. Motivating students. London: Routledge and Kegan
Paul Ltd.
Bloom, Benjamin S.1982. Human characteristics and school learning. New York: McGraw-Hill Book Company.
Bohlin, Roy M. 1987. Motivation in instructional design: Comparison of an American and a Soviet model, Journal of Instructional Development vol. 10 (2), 11-14.
Callahan, Sterling G. 1966. Successful teaching in secondary schools. Chicago: Scott, Foreman and Company.
Davies, Ivor K. 1981. Instructional technique. New York: McGraw Hill Book Company.
DeCecco, John P. 1968. The psychology of learning and instructions: Educational psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Laporan EBTANAS SD. Palembang: Depdikbud Kodya Palembang.
Dick, Walter dan Reiser, Robert A. 1989. Planning effective instruction. Boston: Allyn and Bacon.
Gagne, Robert M, dan Briggs, Leslie J. 1979. Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Gagne, Robert M. dan Driscoll, Marcy P. 1988. Essentials of learning for instruction. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Hendorn, James N. 1987. Learner interests, achievement, and continuing motivation in instruction, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 11-14.
Hilgard, Ernest R. dan Bower, Gordon H. 1975. Theories of learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom measurement and evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Keller, John M. 1983. Motivational design instruction dalam Charles M Reigeluth (ed.), Instructional design theories and models, 383-430. Hillsdale, NJ.: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
________ 1987. Development and use of ARCS model of instructional design, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 2-9.
Keller, John M. dan Thomas W. Kopp. 1987. An application of the ARCS model of motivational design, dalam Charles M. Reigeluth (ed), Instructional theories in action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Lastri, M.T.F. 1993. Kemampuan murid SD memprihatinkan, Kompas, 14 Juli, 12.
Lefrancois, Guy R. 1982. Psychology for teaching. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
McClelland, David C. 1987. Memacu masyarakat berprestasi. Terjemahan Siswo Suyanto dan W.W. Bakowatun. Jakarta: CV. Intermedia.
Morris, William (ed) 1981. The American heritage dictionary of English language. Boston: Houghton Miflin Company. Petri, Herbert L. 1986. Motivation: Theory and research. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
Prayitno, Elida 1989. Motivasi dalam belajar. Jakarta: PPPLPTK.
Reigeluth, Charles M. dan Curtis Ruth V. 1987. Learning situations and instructinal models, dalam Robert M. Gagne (ed.), Instructional technology foundations, 175-206. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Semiawan, Conny R. 1991.
Strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto (ed.), Mencari strategi pengembangan pendidikan nasional menjelang abad XXI, 165-175. Jakarta: Grasindo. Soekamto, Toeti 1994. Evaluasi diri demi peningkatan mutu pendidikan. Pidato pengukuhan guru besar tetap Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta, 30 Juli.
Sopah, Djamaah 1998. Studi tentang model peningkatan motivasi berprestasi siswa, Laporan penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
________ 1999. Pengaruh model pembelajaran ARIAS dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa, Disertasi. Jakarta: PPS-IKIP Jakarta.
Suryabrata, Sumadi 1982. Psikologi pendidikan: Materi pendidikan program bimbingan konseling di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Depdikbud.
Bloom, Benjamin S.1982. Human characteristics and school learning. New York: McGraw-Hill Book Company.
Bohlin, Roy M. 1987. Motivation in instructional design: Comparison of an American and a Soviet model, Journal of Instructional Development vol. 10 (2), 11-14.
Callahan, Sterling G. 1966. Successful teaching in secondary schools. Chicago: Scott, Foreman and Company.
Davies, Ivor K. 1981. Instructional technique. New York: McGraw Hill Book Company.
DeCecco, John P. 1968. The psychology of learning and instructions: Educational psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Laporan EBTANAS SD. Palembang: Depdikbud Kodya Palembang.
Dick, Walter dan Reiser, Robert A. 1989. Planning effective instruction. Boston: Allyn and Bacon.
Gagne, Robert M, dan Briggs, Leslie J. 1979. Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Gagne, Robert M. dan Driscoll, Marcy P. 1988. Essentials of learning for instruction. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Hendorn, James N. 1987. Learner interests, achievement, and continuing motivation in instruction, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 11-14.
Hilgard, Ernest R. dan Bower, Gordon H. 1975. Theories of learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom measurement and evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Keller, John M. 1983. Motivational design instruction dalam Charles M Reigeluth (ed.), Instructional design theories and models, 383-430. Hillsdale, NJ.: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
________ 1987. Development and use of ARCS model of instructional design, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 2-9.
Keller, John M. dan Thomas W. Kopp. 1987. An application of the ARCS model of motivational design, dalam Charles M. Reigeluth (ed), Instructional theories in action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Lastri, M.T.F. 1993. Kemampuan murid SD memprihatinkan, Kompas, 14 Juli, 12.
Lefrancois, Guy R. 1982. Psychology for teaching. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
McClelland, David C. 1987. Memacu masyarakat berprestasi. Terjemahan Siswo Suyanto dan W.W. Bakowatun. Jakarta: CV. Intermedia.
Morris, William (ed) 1981. The American heritage dictionary of English language. Boston: Houghton Miflin Company. Petri, Herbert L. 1986. Motivation: Theory and research. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
Prayitno, Elida 1989. Motivasi dalam belajar. Jakarta: PPPLPTK.
Reigeluth, Charles M. dan Curtis Ruth V. 1987. Learning situations and instructinal models, dalam Robert M. Gagne (ed.), Instructional technology foundations, 175-206. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Semiawan, Conny R. 1991.
Strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto (ed.), Mencari strategi pengembangan pendidikan nasional menjelang abad XXI, 165-175. Jakarta: Grasindo. Soekamto, Toeti 1994. Evaluasi diri demi peningkatan mutu pendidikan. Pidato pengukuhan guru besar tetap Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta, 30 Juli.
Sopah, Djamaah 1998. Studi tentang model peningkatan motivasi berprestasi siswa, Laporan penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
________ 1999. Pengaruh model pembelajaran ARIAS dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa, Disertasi. Jakarta: PPS-IKIP Jakarta.
Suryabrata, Sumadi 1982. Psikologi pendidikan: Materi pendidikan program bimbingan konseling di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Depdikbud.
RIWAYAT
HIDUP
Djamaah
Sopah, lahir di Penggage, 14 April 1944. Menyelesaikan Sarjana Muda Pendidikan
dari IKIP Bandung Cabang Palembang tahun 1967 dan Sarjana Pendidikan jurusan
Pendidikan Umum di FKIP Unversitas Sriwijaya tahun 1974. Pada tahun 1982
mengikuti pendidikan Pascasarjana di University of Kentucky, USA, dan
memperoleh gelar Master of Science in Education dalam bidang Curriculum &
Instruction tahun 1984. Pada tahun 1985 mendapat ijazah Akta Mengajar V dari
Universitas Terbuka. Tahun 1999 memperoleh gelar Doktor dalam bidang Teknologi
Pendidikan dari IKIP Jakarta.
Dari
tahun 1962 sampai tahun 1974 pernah menjadi guru dan Kepala SD, guru SMP, guru
SPSA, serta guru dan Kepala SPG. Sejak tahun 1974 sampai sekarang menjadi dosen
pada FIP/FKIP Universitas Sriwijaya. Di samping itu pernah menjadi Koordinator
Instructional Improvement Network-WUAE, BKS/B-USAID 1985-1990. Instruktur pada
penataran Pengembangan Pembelajaran di berbagai Perguruan Tinggi Negeri di
Wilayah Indonesia Bagian Barat dan berbagai PTS di KOPERTIS Wilayah II
(1984-1990). Pada tahun 1987 diundang sebagai instruktur pada “the WUAE-BKS/B
Training Institute” University of Kentucky, USA.
Artikel
ilmiah yang pernah ditulis antara lain: “Komunikasi antara Orangtua dan Anak”
disajikan pada Diskusi Panel ISWI Palembang, 1990. “Transparansi OHP sebagai
Media Instruksional” (Suara Guru No. 5 Th. XLVI/1997). “Motivasi Berprestasi,
Perhatian Orangtua dan Hasil Belajar” (Forum Kependidikan No. 2 Th. XIII/1996).
Sedangkan seminar/workshop internasional yang pernah diikuti antara lain
“Mid-Winter Community Seminar (Tuskeege, USA, 1982).
“The
International Development Training Workshop” (Lexington, USA, 1983).
Sumber: Pusat Statistik Pendidikan,
Balitbang – Depdiknas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar