A. PENDAHULUAN
Pembelajaran generatif (PG) merupakan terjemahan dari Generative Learning (GL).
Berdasarkan model transformasi pengetahuan menurut konstruktivis telah diajukan
beberapa model pembelajaran lain. Salah satu model pembelajaran diusulkan oleh
Osborne dan Wittrock pada tahun 1985 adalah model pembelajaran generatif
karena didasarkan pada teori belajar generatif dimana pembelajaran generatif
merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara
aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa
sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam
menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil
menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan
dalam memori jangka panjang.
Model pembelajaran generatif berbasis pada pandangan konstruktivisme, dengan
asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa. Hal ini ditegaskan
Wittrock bahwa intisari dari pembelajaran generatif adalah otak tidak menerima
informasi dengan pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu
interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan. Model
pembelajaran generatif merupakan salah satu model pembelajaran yang dilakukan
dengan tujuan agar siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dalam
pembelajaran. Dalam teori belajar generatif merupakan suatu penjelasan tentang
bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam fikirannya seperti
membangun ide tentang arti sutau istilah dan membangun strategi agar sampai
pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa.
Dewasa
ini pendidikan nasional sedang dihadapkan pada berbagai krisis yang perlu
mendapatkan penanganan secepatnya di antaranya mewujudkan sumber daya manusia
(SDM) yang bermartabat, unggul dan berdaya saing. Dengan kata lain, pendidikan
harus didesain yang konkrit dan riil untuk mempersiapkan generasi bukan sekedar
bertahan hidup dalam era globalisasi tetapi juga untuk menguasai globalisasi.
Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dilakukan perubahan dan perbaikan guna
meningkatkan mutu pendidikan. Ada tiga hal utama yang perlu dilakukan
dalam pembaharuan pendidikan, yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas
pembelajaran, dan efektivitas metode pembelajaran.
Dalam konsep
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) siswa dikatakan tuntas belajar
apabila ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan
pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan
keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan
atau mencapai nilai > 60 dalam peningkatan hasil belajar sekurang-kurangnya
75% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut.
Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menekankan pembelajaran
berorientasi pada paradigma konstruktivistik. Adanya paradigma konstruktivistik
berpengaruh kepada strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Pada proses
pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan siswa sebagai pebelajar
aktif sehingga pembelajaran tidak berpusat kepada guru tetapi berpusat pada
siswa (student centered). Proses pembelajaran berorientasi
konstruktivistik salah satunya adalah model pembelajaran Generatif.
Dengan diterapkannya
model pembelajaran Generatif dalam mata pelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) diharapkan siswa mendapatkan pemahaman yang baik mengenai
teknologi informasi dan komunikasi karena dengan model pembelajaran ini siswa
dibimbing untuk berpikir kreatif dan kritis terhadap pembelajaran.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Model Pembelajaran Generatif
Model pembelajaran generatif adalah salah satu model
pembelajaran yang berlandaskan pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi
dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa.
Model pembelajaran generatif dikembangkan pada tahun 1985
oleh Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005). Wittrock (1992) menyatakan bahwa
model pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran tentang
bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya, seperti
membangun ide tentang suatu fenomena atau membangun arti suatu istilah dan juga
membangun strategi untuk sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana
dan mengapa. Wittrock (Grabowski, 2001:720) mengonsepkan model pembelajaran
generatif berdasarkan model syaraf dari fungsi otak dan telaah kognitif pada
proses pengetahuan. Hal ini ditegaskan Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005)
bahwa intisari dari pembelajaran generatif adalah otak tidak menerima informasi
dengan pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi
dari informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan.Otak bukanlah suatu 'blank
slate' yang dengan pasif belajar dan mencatat semua informasi yang
diberikan.
Penerapan model pembelajaran generatif merupakan suatu cara
yang baik untuk mengetahui pola pikir siswa serta bagaimana siswa memahami dan
memecahkan masalah dengan baik. Secara ringkasnya model pembelajaran generatif
adalah suatu model pembelajaran berdasarkan kepada penyelidikan tentang
bagaimana manusia belajar. Sejalan dengan itu Jonasse (Marrison, 2011)
mengemukakan bahwa strategi pembelajaran generatif, “are those that require
learners consciously and deliberately to relate new information to existing
knowledge”. Dengan demikian melalui model pembelajaran generatif,
pengetahuan yang dimiliki oleh siswa adalah hasil daripada aktivitas yang
dilakukan oleh pelajar tersebut dan bukan pengajaran yang diterima secara
pasif. Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005) menjelaskan
proses pengolahan input indera dalam otak:
a.
Ide yang ada dipikirkan siswa
mempengaruhi dalam mengarahkan indera.
b. Ide yang ada dipikirkan siswa menentukan masukan dari
indera mana yang akan diperhatikan dan mana yang tidak.
c.
Masukan indera yang diperhatikan
siswa belum mempunyai arti.
d. Siswa membangun hubungan-hubungan antara masukan indera yang
akan diperhatikannya dengan yang ada dipikirannya.
e.
Siswa membangun hubungan tersebut
dan pemasukan indera untuk membangun arti pada pemasukan itu.
f.
Kadang-kadang siswa menguji
arti yang dibangun dengan keterangan lain yang disimpan dalam otak.
g. Mungkin siswa menyimpan arti yang dibangun dalam ingatan.
h. Otak siswa begitu berperan dalam menyerap dan memaknai
informasi, maka siswa sendiri adalah penanggung jawab utama dalam belajar.
Grabowski (2001: 723) mengatakan bahwa kontribusi penting
pada model generatif bagaimanapun juga bergantung pada strategi guru dalam
merancang situasi pembelajaran dan mengelola isi materi yang disampaikan agar
menarik perhatian siswa.
Menurut Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005: 51) model
pembelajaran generatif adalah model pembelajaran dimana siswa secara aktif
mengkonstruksi pengetahuan melalui lima tahap yaitu tahap orientasi, tahap
pengungkapan ide, tahap tantangan dan restrukturisasi, tahap penerapan. Menurut
Tytler (Hulukati, 2005:60), model pembelajaran generatif merupakan salah satu
model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika, dan terdiri dari
empat fase pembelajaran yaitu fase eksplorasi pendahuluan (preliminary),
fase pemusatan (focus), fase tantangan (challenge), serta fase
aplikasi (application).
Tahap orientasi, merupakan tahap memotivasi siswa untuk
mempelajari materi yang akan diajarkan dengan mengaitkan manfaat materi
tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diberikan kesempatan untuk
membangun kesan mengenai konsep yang sedang dipelajari dengan menghubungkannya
dengan pengalaman sehari-hari (Osborne dan Wittrock dalam Hulukati, 2005).
Tujuannya agar dalam proses pembelajaran siswa dapat membayangkan sesuatu serta
dapat memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk
menyelesaikan masalah pada pokok bahasan yang sedang dihadapi, dengan demikian
siswa termotivasi mempelajari pokok bahasan yang akan dipelajari.
Sejalan dengan hal tersebut Asmin (2005) mengemukakan bahwa
berpikir generatif adalah mencari sebanyak mungkin pemecahan yang sifatnya
harus masuk akal, yang bersumber dari fakta yang ditelaah, yang merupakan cara
berpikir yang menghasilkan beragam cara dalam menanggapi.
Proses menghubungkan (mengkoneksikan) pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang sudah ada akan melibatkan motivasi. Pengetahuan dari
konsepsi awal akan menghasilkan pemaknaan dan pemahaman siswa dalam
pembelajaran. Hal ini didukung oleh teori Gagne, yaitu belajar harus didukung
oleh peristiwa pembelajaran (instructional event), misalnya memotivasi
siswa mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, mengarahkan perhatian siswa,
membangkitkan transfer (generalisasi), memunculkan kinerja, dan memberikan
umpan balik.
Dalam tahap pengungkapan ide, Osborne dan Wittrock
(Hulukati, 2005) menjelaskan bahwa pada tahap ini guru dapat mengetahui ide
atau konsep awal yang dimiliki siswa mengenai materi yang akan diajarkan. Siswa
diberikan kesempatan untuk mengemukakan ide mereka mengenai konsep yang
dipelajari. Guru berperan sebagai motivator dengan cara mengajukan pertanyaan
yang bersifat menggali pengetahuan siswa (Socratic questioning) sehingga
akan terungkap ide atau gagasan yang ada dalam benak siswa. Pertanyaan yang
bersifat menggali dapat membantu siswa menghargai kekurangajegan cara berpikir
mereka dan mengkontruksi kembali gagasan mereka dengan cara yang lebih koheren
atau bertalian secara logis. Grabowski (2001: 723) mengatakan, “Teaching and
design strategies that deal with attribution should result in enduring
interest, persistence, and motivation”.
Ketika siswa mengungkapkan ide, siswa akan menyadari bahwa
ada pendapat yang berbeda dengan teman yang lain pada topik yang sedang
dipelajarinya. Hal tersebut akan menimbulkan konflik dalam dirinya sehingga
menimbulkan ketidakpuasan terhadap ide dan gagasan yang akan mendorong siswa
melakukan perubahan. Ketidakpuasan tersebut dapat dibangkitkan dengan
memunculkan dan meningkatkan kepedulian terhadap gagasan-gagasan mereka
sendiri, meminta mereka menjelaskan konsep-konsep yang tidak sesuai, dan
mendiskusikan konsep-konsep tersebut. Pada tahap ini juga siswa diberikan
kesempatan untuk menggali gagasan-gagasan mereka dalam diskusi kelompok kecil
untuk mendiskusikan konsep-konsep yang sedang dipelajari.
Hampir senada dengan tahap pengungkapan ide yang dikemukakan
oleh Osborne dan Wittrock, Tytler (Fitriandini, 2009) mengungkapkan fase
eksplorasi dan fase pemusatan (focus). Pada fase eksplorasi, guru dapat
mengeksplorasi dan mengklasifikasi gagasan-gagasan siswa tentang konsep-konsep
yang akan dipelajari. Konsep awal siswa pada fase ini digunakan sebagai titik
tolak perencanaan program pembelajaran. Ini dilakukan guru untuk mendapatkan
latar belakang gagasan atau konsep-konsep siswa dan kecenderungan tantangan
pengetahuannya tentang topik yang dipelajari. Hal ini senada dengan Grobowski
(2001: 741) mengungkapkan bahwa model pembelajaran generatif member kesempatan
kepada siswa untuk aktif mencari informasi dan menemukan konsep pengetahuan
yang baru.
Fase ini berlanjut dengan guru memberikan pertanyaan kepada
siswa sebagai motivasi, membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap aspek
penting dalam suatu topik, sehingga siswa memiliki dasar mengajukan pertanyaan.
Setelah fase eksplorasi, fase selajutnya menurut Tytler
(Fitriandini, 2009) adalah fase pemusatan (focus). Pada fase ini guru
melakukan pemusatan yang terarah pada konsep yang akan dipelajari oleh siswa.
Kemudian siswa melakukan kegiatan untuk mengenal materi-materi yang digunakan
untuk mengajukan pertanyaan (masalah atau soal). Pada saat itu siswa diharapkan
untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan topik yang
dipelajari, selanjutnya respon siswa diinterpretasikan dan diklarifikasi.
Selain itu juga siswa dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep
yang dipelajari, melakukan refleksi dan mengklarifikasi konsepnya apa benar atau
tidak. Selanjutnya para siswa mengkomunikasikan pada temannya melalui diskusi
kelas atau diskusi kelompok.
Tahap Tantangan dan Restrukturisasi, guru memunculkan cognitive
conflict dengan cara menyiapkan kondisi dimana siswa diminta membandingkan
pendapatnya dengan pendapat temannya, serta bisa mengupayakan mengungkapkan
kebenaran/keunggulan pendapatnya. Kemudian guru mengusulkan peragaan atau
demonstrasi untuk menguji kebenaran pendapat mereka (Osborne dan Wittrock dalam
Hulukati, 2005).
Diharapkan selama proses ini muncul konflik antara apa yang
dimiliki siswa dengan apa yang dilihat dan diperagakan oleh guru. Grobowski
(2001) mengemukakan, “External stimuli arouse attention through the
ascending reticular activating system. Without active, dynamic, and selective
attending of an environmental stimulus, it follows that meaning generation
cannot occur regarding that environmental stimulus.” Setelah tahap
tantangan tersebut diharapkan siswa bisa memperoleh pemahaman baru yang lebih
benar mengenai konsep yang bersangkutan. Supaya siswa mempunyai keinginan untuk
mengubah struktur pemahaman mereka, siswa diberikan masalah-masalah yang
menantang untuk membangkitkan keberaniannya dalam mengajukan pandapatnya dan
berargumentasi tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.
Tytler (Fitriandini, 2009) mengemukakan, fase tantangan (challenge)
adalah fase guru berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Guru
menghargai pendapat siswanya, bahkan siswa disarankan melakukan pemecahan
dengan berbagai cara, misalnya dengan jalan pikirannya sendiri, bekerjasama
dengan teman sejawatnya, mencari penyelesaian melalui diskusi, presentasi dan
adu argumentasi (sharing) atas ide-ide yang dimiliki berkaitan dengan
materi yang dibahas.
Tahap selanjutnya dalam pembelajaran generatif menurut
Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005) adalah tahap penerapan, pada tahap ini
siswa menerapkan konsep awal yang mereka miliki ditambah konsep baru yang
mereka peroleh pada permasalahan matematika dalam bentuk latihan-latihan soal.
Siswa diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks,
menguji ide alternatif yang mereka bangun untuk menyelesaikan persoalan yang
bervariasi.
Siswa diharapkan mampu mempertimbangkan dan mengevaluasi
keunggulan gagasan baru yang dia kembangkan. Kondisi ini memberikan peluang
kepada siswa untuk mengembangkan sendiri strategi penyelesaian suatu masalah.
Dengan mendorong siswa secara aktif untuk mempertimbangkan strategi yang
mungkin untuk menyelesaikan suatu masalah siswa akan berusaha untuk menyelesaikannya
dan terpacu untuk melakukan doing mathematics. Strategi penyelesaian
harus dikembangkan sendiri oleh siswa dengan menghubungkan konsep-konsep yang
sudah dimiliki sebelumnya dan konsep yang sedang dipelajarinya.
Sejalan dengan tahap penerapan, Tytler (Fitriandini, 2009)
mengemukakan fase terakhir dalam pembelajaran generatif yaitu fase aplikasi.
Fase ini dimulai dengan kegiatan guru mengevaluasi, berupa penyajian soal
sederhana yang dapat dipecahkan siswa dengan menggunakan konsep-konsep yang benar.
Selanjutnya guru membimbing siswa untuk mengklarifikasi jawaban yang benar dan
menunjukan bahwa konsep yang benar itu dapat diaplikasikan dalam suatu rentang
situasi. Kemudian guru mernbantu siswa dalam memecahkan masalah (soal-soal)
yang lebih kompleks.
Kegiatan siswa dalam fase terakhir ini antara lain adalah
memecahkan soal-soal praktis berdasarkan konsep-konsep yang benar, menyajikan
solusi dari suatu masalah kepada teman sejawatnya, berdiskusi dan beradu
argumentasi tentang konsep-konsep yang benar, dan secara kritis mengevaluasi
penggunaan konsep-konsep itu adalah situasi yang berbeda. Pada fase ini siswa
mengevaluasi dan membandingkan antara pengetahuan tentang konsep-konsep
sebelumnya dengan konsep yang telah dikontruksi, dan mengadakan refleksi
terhadap prosedur yang ditempuh. Selanjutnya guru mengadakan review terhadap
perubahan-perubahan ide-ide siswa sebagai hasil restrukturisasi terhadap
gagasan atau ide awalnya.
Tahap terakhir menurut Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005)
adalah tahap melihat kembali. Siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi
kelemahan dari konsep yang dimilikinya, kemudian memilih cara/konsep yang
paling efektif dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa juga diharapkan dapat
mengingat kembali konsep yang sudah dipelajari secara keseluruhan. Kondisi ini
memberikan peluang kepada siswa untuk mengungkap tentang apa yang sudahdan
sedang dikerjakannya. Apakah yang dikerjakannya itu sudah sesuai dengan apa
yang dipikirkannya.
Dalam belajar generatif siswa sendirilah yang aktif
membangun pengetahuannya, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan
mediator dalam pembelajaran. Model pembelajaran generatif berbasis pada
pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam
pikiran siswa. Empat peran utama guru yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran generatif (Tytler dalam Hidayati, 2008 : 16) yaitu:
a.
Stimulator rasa ingin tahu.
Guru
berperan menggugah perhatian dan memotivasi siswa untuk menyimak tujuan riil
pembelajaran. Rasa ingin tahu ditumbuhkembangkan. Untuk itu, guru harus
merancang aktivitas- aktivitas yang dapat memberi kejutan bagi siswa.
b. Membangkitkan dan menantang ide-ide siswa.
Guru
berperan sebagai pembangkit, pemberi semangat, merangsang siswa untuk berfikir
kritis dalam mengemukakan argumen maupun dalam melakukan investigasi.
c.
Sebagai narasumber.
Guru
mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan oleh
siswa serta menyiapkan informasi yang memadai baik tertulis maupun verbal ataupun
menyusun rencana untuk menggunakan alat peraga yang mendukung dalam proses
belajar mengajar di kelas.
d. Sebagai senior co-investigator.
Istilah
ini dapat diartikan bahwa siswa sebagai investigator, guru berperan sebagai
pembantu investigasi (co-investigato), karena guru lebih berpengalaman dari
siswanya maka muncullah istilah senior co-investigator. Guru berperan
sebagai model bagi siswa dalam mengajukkan pertanyaan, juga merancang suatu
aktivitas pembelajaran berupa diskusi ilmiah sehingga timbul sikap respek siswa
terhadap teman sejawat.
Sutrisno (Hulukati, 2005) mengemukakan bahwa dari kegiatan
belajar yang dilakukan dalam model pembelajaran generatif terlihat bahwa siswa
diharapkan dapat mengutarakan konsepnya deng disertai argumentasi, untuk
mendukung konsepnya tersebut dan diharapkan siswa dapat beradu pendapat dengan
siswa lain. Hal ini diharapkan dapat berpengaruh positif karena siswa akan
terbiasa menghargai konsep orang lain dan terbiasa mengutarakan pendapatnya
tanpa dibebani rasa ingin menang atau takut kalah.
Grabowski (2001) mengatakan bahwa model pembelajaran
generatif bukan model pembelajaran penemuan (discovery learning) tetapi
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centric learning) dengan
siswa secara aktif membangun makna dari pembelajaran. Wittrock (1992)
mengemukakan, “This functional model of generative learning leads to the
design of effective instructional procedures that often produce sizable gains
in comprehension and understanding.” Jadi model pembelajaran generatif
diharapkan dapat menarik perhatian siswa untuk secara aktif meningkatkan
pemahamannya terhadap materi pembelajaran.
Adapun proses pumbentukan pengetahuan dalam model
pembelajaran generatif, menurut Osborne dan Wittrock juga Van Den Berg (Farley,
2007:20) disajikan seperti dalam gambar.
Sekarang ini telah berkembang cukup banyak metode dan
strategi pembelajaran yang bias membangkitkan dan meningkatkan pemahaman siswa,
salah satunya adalah dengan strategipembelajaran Generatif (Generatif
Learning). Dengan assessment unjuk kerja (performance assessment). Pembelajaran
Generatif adalah pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian
secaraaktif antara materi atau pengetahuan baru yang diperoleh dengan schemata
(Baharuddin dan Wahyuni,2009:128).
Teori belajar generatif merupakan suatu penjelasan tentang
bagaimana seseorang siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya, seperti
membangun ide tentang suatu fenomena atau membangun arti untuk suatu istilah
dan juga membangun strategi untuk sampai pada suatu penjelasan tentang
pertanyaan bagaimana dan mengapa .
Pembelajaran generatif (PG) merupakan terjemahan dari
Generative Learning (GL). Berdasarkan model transformasi pengetahuan menurut
konstruktivis telah diajukan beberapa model pembelajaran lain. Salah satu model
pembelajaran diusulkan oleh Osborne dan Wittrock pada tahun 1985 adalah model
pembelajaran
generatif karena didasarkan pada teori belajar generatif dimana pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.
generatif karena didasarkan pada teori belajar generatif dimana pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.
Intisari dari model pembelajaran genertif adalah bahwa otak
tidak menerima informasi dengan pasif melainkan justru juga aktif
mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian membuat
kesimpulan. Untuk lebih jelasnya kelima tahapan dalam model pembelajaran
generatif dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Tahap Orientasi, yaitu siswa diberi
kesempatan untuk membangun kesan mengenai konsep yang sedang dipelajari dengan
mengaitkan materi dengan pengalaman sehari-hari. Tujuannya agar siswa
termotivasi mempelajari konsep tersebut.
b. Tahap pengungkapan ide, yaitu siswa diberi kesempatan untuk
mengemukakan ide mereka mengenai konsep yang dipelajari. Pada tahap ini siswa
akan menyadari bahwa ada pendapat yang berbeda mengenai konsep tersebut.
c.
Tahap tantangan dan restrukturisasi,
yaitu guru menyiapkan suasana dimana siswa diminta membandingkan pendapatnya
dengan pendapat siswa lain dan mengemukakan keunggulan dari pendapat mereka
tentang konsep yang dipelajari. Kemudian guru mengusulkan peragaan demonstrasi
untuk menguji kebenaran pendapat siswa. Pada tahap ini diharapkan siswa sudah
mulai mengubah struktur pemahaman mereka (conceptual change).
d. Tahap penerapan, yaitu kegiatan dimana siswa diberi
kesempatan untuk menguji ide alternatif yang mereka bangun unuk menyelesaikan
persoalan yang bervariasi. Siswa diharapkan mampu mengevaluasi keunggulan
konsep baru yang dia kembangkan. Melalui tahap ini guru dapat meminta siswa
menyelesaikan persoalan baik yang sederhana maupun yang kompleks.
e.
Tahap melihat kembali, yaitu siswa
diberi kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan dari konsepnya yang lama. Siswa
juga diharapkan dapat mengingat kembali apa saja yang mereka pelajari selama
pembelajaran.
Basis generatif adalah konstruksivisme dengan sintaks
orintasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restrukturisasi
sajian konsep, aplikasi, rangkuman, evaluasi, dan refleksi.
Model pembelajaran generatif berbasis pada pandangan
konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran
siswa. Hal ini ditegaskan Wittrock bahwa intisari dari pembelajaran generatif
adalah otak tidak menerima informasi dengan pasif, melainkan justru dengan
aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian
membuat kesimpulan.
Model pembelajaran generatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang dilakukan dengan tujuan agar siswa secara aktif
mengkonstruksi pengetahuan dalam pembelajaran. Dalam teori belajar generatif
merupakan suatu penjelasan tentang bagaimana seorang siswa membangun
pengetahuan dalam fikirannya seperti membangun ide tentang arti sutau istilah
dan membangun strategi agar sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan
bagaimana dan mengapa.
Strategi pembelajaran Generatif terdiri dari beberapa
tahap, yaitu tahap explrorasi, pemfokusan,tantangan, dan tahap penerapan (Wena,
2009:177). Dimana pada setiap tahap siswa dituntut untuk aktif dan saling
bekerjasama dengan teman kelompoknya untuk menyusun materi yang akan
dipelajari,sehingga setelah materi selesai disusun secara tertulis oleh siswa,
maka siswa mempresentasikan materi secara bergantian sesuai dengan urutan
masing-masing kelompok. Maka selanjutnya menurut Sutarmandan Swasono (dalam
Wena, 2009:180) pada tahap akhir (tahap penerapan konsep) guru bisa
memintasiswa untuk mengerjakan tugas PR dengan beberapa latihan soal-soal atau
bisa dengan tugas proyekyang dilaksanakan di luar jam pertemuan.
|
Proses pembentukan pengetahuan dalam
model pembelajaran generative
2. Prinsip Model Pembelajaran Generatif
Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran Generatif Pembelajaran generatif
memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori belajar konstruktivis
mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting dari pandangan belajar
menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000:2-15) dan Katu (1995.a: 1-2),
diantaranya adalah :
a.
Menekankan bahwa perubahan kognitif
hanya bisa terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah
melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami
inforamasi-informasi baru.
b. Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan
terdekat, yaitu daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya
saat ini. Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam
zona tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka
terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat
menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.
c.
Penekanan pada prinsip Scaffolding,
yaitu pemberian dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah.
Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara
bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada mahasiswa untuk
bekerja atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, mahasiswa sebaiknya lansung saja
diberikan tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan
tugas kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.
d. Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada
bottom-up. Top-down berarti mahasiswa langsung mulai dari masalah-masalah
kompleks, utuh, dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah
tersebut, mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan
untuk memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru/dosen atau teman
sebaya yang lebih mampu.
e.
Menganut asumsi sentral bahwa
belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita menyampaikan informasi kepada
mahasiswa, tetapi mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas
informasi tersebut untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
f.
Menganut visi mahasiswa ideal, yaitu
seorang mahasiswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam
belajar.
g. Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar
yang efektif dan motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu
tugas terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka
adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.
h. Sejumlah penelitian (Slavin, 1997: )yang menunjukkan
pengaruh positif pendekatan-pendekatan konstruktivis yang melandasi
pembelajaran generatif terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional,
diantaranya adalah : dalam bidang matematika (Carpenter dan Fennema, 1992),
bidang sains (Neale, Smith, dan Johnson, 1992), membaca (Duffi dan Rochler,
1986), menulis (Bereiter dan Scardamalia, 1987). Penelitian Knapp (1995) menemukan
suatu hubungan positif pendekatan-pendekatan konstruktivis dengan hasil belajar
3. Kelemahan Dan Kelebihan Model Pembelajaran Generatif
a.
Kelemahan
Kekurangan atau kelemahan model pembelajaran generative menurut imam (2010)
memerlukan waktu yang relative lama. Wena (imam,2010) mengemukakan bahwa dalam
model pembelajaran generatif dihawatirkan terjadi salah konsep bagi siswa oleh
karena itu guru harus membimbing siswa dalam menggali pengetahuan dan
mengevaluasi hipotesis siswa pada tahap tantangan setelah siswa malakuka
presentasi. Sehingga siswa dapat memahami materi dengan benar, meskipun usaha
menggali pengetahuan sebagian besar adalah dari siswa itu ssendiri.
b. Kelebihan
Menurut sutarman (imam, 2010) kelebihan pembelajaran generative antara lain:
1)
Pembelajaran generatif memberikan
peluang kepada siswa untuk belajar secara kooperatif.
2)
Merangsang rasa ingin tahu siswa
3)
Pembelajaran generatif untuk
meningkatkan kataerampilan proses
4)
Meningkatkan aktifitas belajar
siswa, di antaranya dengan bertukar fikiran dengan siswa yang lainnya, menjawab
pertannyaan dari guru, serta berani tampil untuk mempresentasikan hipotesisnya.
4. Langkah - Langkah Model Pembelajaran Generatif
Langkah-langkah atau tahapan pembelajaran generatif menurut
Katu (1995:5-6), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan sebagai berikut :
a.
Tahap-1 : Pengingatan
Pada
tahap awal ini, dosen menuliskan topik dan melibatkan mahasiswa dalam diskusi
yang bertujuan untuk menggali pemahaman mereka tentang topik yang akan dibahas.
Mereka diajak untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik tersebut. Mereka diminta
mengomentari pendapat teman sekelas dan membandingkannya dengan pendapat
sendiri. Tujuan dari tahap pengingatan ini adalah untuk menarik perhatian
mahasiswa terhadap pokok yang sedang dibahas, membuat pemahaman mereka menjadi
eksplisit, dan sadar akan variasi pendapat di antara mereka sendiri. Untuk
membuat suasana menjadi kondusif, dosen diharapkan tidak akan menilai mana
pendapat yang “salah” dan mana yang “benar”. Yang perlu dilakukan adalah
membuat mereka berani mengemukakan pendapatnya tanpa takut disalahkan.
Sebaiknya pertanyaan yang diajukan dosen adalah pertanyaan terbuka.
b. Tahap-2 : Tantangan dan Konfrontasi
dosen mengetahui pandangan sebagian mahasiswanya, dosen
mengajak mereka untuk mengemukakan fenomena atau gejala-gejala yang
diperkirakan muncul dari suatu peristiwa yang akan didemonstrasikan kemudian.
Mereka diminta mengemukakan alasan untuk mendukung dugaan mereka. Mereka juga
diajak untuk menanggapi pendapat teman satu kelas mereka yang berbeda dari
pendapat sendiri. Dosen diharapkan untuk mencatat dan mengelompokkan dugaan dan
penjelasan yang muncul di papan tulis. Secara sadar dosen mempertentangkan
pendapat-pendapat yang berbeda itu. Setelah itu dosen melaksanakan demonstrasi
dan meminta mahasiswa untuk mengamati dengan seksama gejala yang muncul. Dosen
perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencerna apa yang mereka amati,
akan merasa terganggu dan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya. Setelah
itu barulah dosen menayakan apakah gejala yang mereka amati itu sesuai atau
tidak dengan pikiran mereka. Dengan menggunakan cara dialog yang timbal balik
dan saling melengkapi, diharapkan mereka dapat menemukan jawaban atas gejala
yang mereka amati. Dalam hal ini dosen menyiapkan perangkat demonstrasi,
tampilan gambar, atau grafik yang dapat membantu mahasiswa menemukan alternatif
jawaban atas gejala yang diamati.
c.
Tahap-3 : Reorganisasi Kerangka
Kerja Konsep
Pada tahap ini dosen membantu mahasiswa dengan mengusulkan
alternatif tafsiran menurut fisikawan dan menunjukkan bahwa pandangan yang dia
usulkan dapat menjelaskan secara koheren gejala yang mereka amati. Mahasiswa
diberikan beberapa persoalan sejenis dan menyarankan mereka menjawabnya dengan
pandangan alternatif yang diusulkan dosen. Diharapkan mereka akan merasakan
bahwa pandangan baru dari dosen tersebut mudah dimengerti, masuk akal, dan
berhasil dalam menjawab berbagai persoalan. Diharapkan mahasiswa mulai
mereorganisasi kerangka berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur dan
hubungan antar konsep-konsep. Proses reorganisasi ini tentu membutuhkan waktu.
d. Tahap-4 : Aplikasi Konsep
Pada tahap ini, dosen memberikan berbagai persoalan dengan
konteks yang berbeda untuk diselesaikan oleh mahasiswa dengan kerangka konsep
yang telah mengalami rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi kesempatan kepada
mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan baru mereka pada situasi
dan kondisi yang baru. Keberhasilan mereka menerapkan pengetahuan dalam situasi
baru akan membuat para mahasiswa makin yakin akan keunggulan kerangka kerja
konseptual mereka yang sudah direorganisasi. Pelatihan ini dimaksudkan juga
untuk lebih menguatkan hubungan antar konsep di dalam kerangka berpikir yang
baru mengalami reprganisasi.
e.
Tahap-5 : Menilai Kembali
Dalam suatu diskusi, dosen mengajak mahasiswanya dalam
menilai kembali kerangka
kerja konsep yang telah mereka dapatkan.
Beberapa Petunjuk Pelaksanaan
Pembelajaran Generatif, Dalam melaksanakan pembeljaran generatif, menurut
Sutrisno (1995:3), dosen perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah
sebagai berikut :
a.
Menyajikan demonstrasi untuk
menantang intuisi mahasiswa. Setelah dosen mengetahui intuisi yang dimiliki
mahasiswa, dosen mempersiapkan demonstrasi yang menghasilkan peristiwa yang
dapat berbeda dari intuisi mahasiswa. Dengan melihat peristiwa yang berbeda
dari dugaan mereka maka di dalam pikiran mereka timbul perasaan kacau
(dissonance) yang secara psikologis membangkitkan perasaan tidak tenteram
sehingga dapat memotivasi mereka untuk mengurangi perasaan kacau itu dengan mencari
alternatif penjelasan.
b. Mengakomodasi keinginan mahasiswa dalam mencari alternatif
penjelasan dengan menyajikan berbagai kemungkinan kegiatan mahasiswa antara
lain berupa eksperimen/percobaan, kegiatan kelompok menggunakan diagram,
analogi, atau simulasi, pelatihan menggunakan tampilan jamak (multiple
representation) untuk mengaktifkan mahasiswa dalam proses belajar. Variasi
kegiatan ini dapat membantu mahasiswa memperoleh penjelasan yang cukup
memuaskan.
c.
Untuk lebih memperkuat pemahaman
mereka maka dosen dapat memberikan soal-soal terbuka (open-ended questions),
soal-soal kaya konteks (context-rich problems) dan pertanyaan terbalik (reverse
questions) yang dapat dikerjakan secara kelompok.
Tahapan-tahapan model pembelajaran generatif yang secara
aktif mengkonstruksi pengetahuan siswa dalam penelitian ini adalah tahap
orientasi, tahap pengungkapan ide, tahap tantangan dan restrukturisasi, tahap
penerapan, dan tahap review atau melihat kembali. Secara teoritik
tahapan-tahapan dalam model pembelajaran generatif dapat mengembangkan
kemampuan koneksi dan penalaran matematis, diantaranya:
a.
Pada tahap orientasi, siswa diberi
kesempatan untuk membangun kesan mengenai topik yang akan dibahas dengan
mengaitkan (mengkoneksikan) pengetahuan awal yang siswa miliki serta pengalaman
sehari-hari.
b. Pada tahap pengungkapan ide, siswa diberi kesempatan untuk
mengemukakan ide mereka mengenai topik yang akan dibahas. Hakekat matematika
sebagai ilmu yang terstruktur mempunyai arti bahwa setiap topik dalam
matematika mempunyai keterkaitan, hubungan/koneksi satu sama lain. Hal ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari hubungan/koneksi dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya.
c.
Pada tahap tantangan dan
restrukturisasi, diharapkan terjadi perubahan struktur kognitif melalui proses
asimilasi dan akomodasi, mengganti konseps yang terdahulu dengan konsep yang
baru dan benar sehingga siswa dapat memahami materi.
d. Pada tahap aplikasi, siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan
persoalan/masalah dengan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Persoalan
yang diberikan memungkinkan siswa untuk memilih strategi penyelesaian mencari
hubungan/koneksi konsep-konsep yang terdahulu, pengalaman sehari-hari dengan
konsep yang sedang dipelajari.
e.
Pada tahap evaluasi atau melihat
kembali, siswa diberikan kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan dari konsep
dan strategi penyelesaian yang dipilih. Kondisi ini memberikan peluang kepada
siswa untuk membenahi pemahamannya dan menyadari hubungan/koneksi dalam setiap
konsep matematika, baik dengan konsep matematika itu sendiri maupun dalam
kehidupan sehari-hari.
Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Generatif
Tahapan
|
Pembelajaran
Generatif
|
Tahap
Orientasi
|
a. guru menyampaikan
kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran
b. guru menjelaskan tentang penggunaan
model pembelajaran generatif terhadap materi yang akan diajarkan
c. tes awal berupa pre
test dilakukan untuk mengetahui konsepsi awal siswa sebelum pembelajaran.
|
Tahap
pengungkapan ide
|
a. guru memberikan
pertanyaan terhadap materi yang akan diajarkan, yang sesuai dengan fenomena
yang terjadi disekitar lingkungan siswa.
b. Siswa diberikan kesempatan untuk
mengungkapkan ide yang ketahuinya.
c. Setiap respon siswa
diberikan reward oleh guru dengan tidak memperhatikan benar atau salah.
|
Tahap
Tantangan dan restrukturisasi
|
a. Guru menunjikkan
media gambar yang berkaitan dengan materi ajar barupa lima gambar sebuah
bangun baik ruang maupun datar.
b. Siswa memberikan respon terhadap
gambar yang ditunjukkan oleh guru.
c. Guru memberikan
reward terhadap respon siswa.
d. Guru memberikkan koreksi terhadap
respon siswa.
|
Tahap
Penerapan
|
a. Guru mengelompokkan
siswa kedalam beberapa kelompok.
b. Guru membagikan lembar kerja
siswa(LKS) kepada setiap kelompok dan menjelaskan petunjuk pengerjaannya.
c. Siswa yang telas
dikelompokkan dan mengerjakan tugas LKS dengan berdiskusi bersama kelompok
masing-masing untuk membentuk konsepsi baru.
|
Tahap
Pengulangan kembali
|
a. Guru memperjelas
kembali materi yang telah dibahas dan siswa dap mengevaluasi konsep baru yang
telah dikembangkan.
b. Tes terakhir berupa
post test dilakukan untuk mengetahui konsepsi akhir siswa.
c. Guru menyuruh siswa
lebih memperdalam materi yang diajarkan dengn belajar dirumah melihat
fenomena dilingkungan sekitar siswa.
|
5. Aplikasi dalam pembelajaran matematika
Melalui Generatif Learning,
diharapkan perilaku siswa yangpada mulanya bersifat pasif menjadi aktif, baik
aktif dalam bertanya, menyampaikan pendapat, sertabekerjasama dengan siswa
lainnya. Dari perubahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa
dalam pembelajaran, bangu datar dan bangun ruang khususnya pada pokok bahasan
belah ketupat dan layang-layang Dalam menerapkan strategi Generatif Learning
ini, diperlukan suatu teknik penilaian yang dapat mengukur dan menilai tingkat
keberhasilan dalam proses pembelajaran.
C.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa: Model pembelajaran generatif adalah salah satu model
pembelajaran yang berlandaskan pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi
dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa.
Untuk dapat menggunakan model
pembelajaran generative ini memerlukan waktu yang relative lama akan tetapi
pengetahuan yang dicapai mendalam, karena siswa dapat memahami materi dengan
benar, meskipun usaha menggali pengetahuan sebagian besar adalah dari siswa itu
ssendiri.
Dalam menggunakan model pembelajaran ini terdapat 5 langkah,
yaitu:
1 Tahap Orientasi
2 Tahap pengungkapan ide
3 Tahap Tantangan dan restrukturisasi
4 Tahap Penerapan
5 Tahap mengulang kembali
Melalui Generatif Learning,
diharapkan perilaku siswa yangpada mulanya bersifat pasif menjadi aktif, baik
aktif dalam bertanya, menyampaikan pendapat, sertabekerjasama dengan siswa
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Sumarmo, U. 2000. Kecendrungan Pembelajaran Matematika
pada Abad 21. Makalah pada Seminar diUNSWAGATI, Cirebon 10 September
2000.(Tidak dipublikasikan)
Sutarman dan Swarsono. 2003.Implementasi Pembelajaran
Generatif Berbasis Konstruktivisme sebagai Upaya Meningkatkan
Kemampuan Siswa Kelas III pada Bidang Fisika diSLTP 17 Malang.
Lemlit-UM, Malang
Sutikno, Sobry M. 2007. Menggagas Pembelajaran Efektif
dan Bermakna. Mataram, NTP Press
Uno,
Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta, Bumi Aksara
Sinambela, 2006. Keefektifan Model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah dalam Pembelajaran Matematika . Jurnal Pendidikan Matematika
(MATHEDU)PPs UNESA
Maria, S. 1999. Penerapan Model Belajar Generatif dalam
Pembelajaran Rangkaian Listrik Arus Searah di SMU. Tesis PPs IKIP Bandung
(Tidak dipublikasikan)
Website:
(http://www.siue.edu/MLTE/LAModulesDONE/generativlearning_theory.htm,
diakses 07 desember 2012)
(http://asnaldi.multiply.com/journal/item/5/Teori-Teori_Belajar,
diakses 07 desember 2012)
http://drsjumbadimpd.blogspot.com/,http://drsjumbadimpd.blogspot.com/, diakses 07 desember 2012)
(http://scied.gsu.edu/Hassard/mos/
7.6.html, diakses 07 desember 2012)
|
DAFTAR ISI
Daftar
Isi..........................................................................................................................
i
A.
PENDAHULUAN..........................................................................................................
1
B.
PEMBAHASAN.............................................................................................................
3
1. Pengertian Model Pembelajaran
Generatif................................................................ 3
2. Prinsip Model Pembelajaran
Generatif......................................................................
14
3. Kelemahan Dan Kelebihan Model Pembelajaran
Generatif...................................... 15
4. Langkah - Langkah Model Pembelajaran
Generatif.................................................. 16
5. Aplikasi Pada Pembelajaran matematika
Sekolah..................................................... 20
D.
KESIMPULAN.....................................................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar