Di tengah tingginya kebutuhan hidup, ternyata masih ada guru di Kota
Cirebon yang berpenghasilan rendah. Alih-alih bisa menutupi kebutuhan
hidup, para guru tersebut malah harus memutar otak mencari pekerjaan
lain agar mampu bertahan hidup.
Karena itu tidak aneh jika
ditemukan guru nyambi menjadi pengayuh becak atau kuli serabutan
lainnya. Pagi hingga siang mengajar, dan siang sampai sore bahkan malam
mengayuh becak.
Ketua PGRI Kota Cirebon Djodjo Sutardjo,
mengatakan masih ditemukan sejumlah guru dengan honor Rp 200.000 per
bulan. Mereka rata-rata tenaga sukarelawan yang mengajar di sejumlah
sekolah di Kota Cirebon.
"Tak semua guru statusnya pegawai negeri.
Ada pula yang masih honorer atau sukarelawan. Mereka itulah
penghasilannya sangat rendah," kata Djodjo ketika ditemui Tribun saat
memeringati Hari Korpri, PGRI, dan Guru Nasional di Alun Alun Kejaksan,
Kota Cirebon, Jumat (29/11/2013).
Meski berpenghasilan sangat
rendah, kata Djodjo, bukan berarti guru hina. Justru ia sangat mulia,
karena pengabdiannya mau mencerdaskan anak bangsa. "Soal kesejahteraan
memang relatif. Guru itu jangan dilihat karena penghasilannya rendah
tapi lebih ke pengabdian," ujarnya.
Diakui Djodjo, pemerintah
sudah mulai ada upaya untuk menghargai jasa para guru. Itu ditandai
dengan adanya tunjangan sertifikasi. Meski tunjangan tersebut tak pernah
cair tepat waktu, setidaknya guru bersyukur.
Guru pun, kata
Djodjo membekali diri dengan kompetensi. Ini dilakukan agar tidak
tergerus zaman. Sebab diakui atau tidak, guru yang tak mau meningkatkan
kompetensinya lambat laun akan ditinggalkan zaman.
Seorang guru
honorer sebuah sekolah negeri di Kota Cirebon, Marfu'ah (40) mengaku
sudah 10 tahun mengajar. Dari berbekal ijazah diploma dua PGSD hingga
sudah meraih gelar sarjana, ia masih berstatus tenaga honorer. Atas
pengabdiannya, Marfu'ah mengaku mendapat honor sekitar Rp 450.000 per
bulan.
"Dulu awal-awal saya mengajar honornya cuma Rp 25.000. Saya ingat betul," kata ibu dua anak ini.
Marfu'ah mengatakan dengan honor Rp 450.000, masih sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi suaminya hanya kerja serabutan.
Marfu'ah
punya harapan besar untuk bisa menjadi pegawai negeri. Lebih-lebih awal
November 2013, ia bersama sekitar 400 tenaga honorer kategori dua (k2)
di Kota Cirebon ikut tes CPNS. Dengan menjadi pegawai negeri, kata
Marfu'ah tentu ia akan hidup lebih sejahtera. (roh)
http://www.tribunnews.com/regional/2013/11/30/ada-guru-yang-nyambi-narik-becak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar