Aksi kekerasan guru
kepada siswanya kembali terjadi. Kali ini terjadi di SMP Budi Luhur,
Palangkaraya, Kalteng. Gara-gara tidak bisa menjawab pertanyaan, 12
siswa dikabarkan ditampar lalu dijemur di halaman sekolah.
Akibat perlakuan itu, seorang siswa, Retno Apriliani melaporkan sang guru
sekaligus kepala sekolah itu, Tarita, ke Polres Palangkaraya. "Semua
ditempeleng (ditampar). Satu per satu. Di kelas waktu itu ada 12 siswa
dari 13 siswa kelas IX. Kami tidak bisa menjawab rumus lingkaran yang
ditanyakan karena memang belum diajari," kata Retno, Jumat (1/11/2013).
Diungkapkan
dia, aksi kekerasan itu terjadi Senin (28/10/2013) sekitar pukul 15.30
Wita. Saat itu siswa masuk siang, mulai pukul 14.00 Wita. Saat kejadian,
Tarita sedang mengajar pelajaran fisika.
Akibat terkena tamparan
itu, Retno mengaku kepalanya masih pusing sehingga belum mengikuti
proses belajar mengajar di sekolah. Pasalnya, selain ditampar, 12 siswa
itu juga dijemur tanpa alas kaki di halaman selama sekitar tiga jam.
"Padahal ketika itu cuaca sedang panas," ucap Retno.
Dia juga
mengungkapkan selama menuntut ilmu di SMP Budi Luhur, sudah lima kali
mengalami tindak kekerasan dari sang kepala sekolah. Yakni, saat masih
duduk di Kelas VII, VIII, dan terakhir Senin kemarin.
Biasanya,
tindak kekerasan itu dialami saat tidak bisa menjawab pertanyaan. Retno
selalu menceritakan kepala keluarga, namun selama ini selalu didiamkan.
Karena sudah beberapa kali terulang, akhirnya mereka melaporkan Tarita
ke polisi. "Saya juga masih syok. Inginnya tetap sekolah, tapi takut,"
ucap bocah tersebut.
Menindalanjuti laporan, Tarita kemarin
diperiksa personel Polres Palangkaraya. Di mapolres, dia sempat panik
saat melihat para jurnalis. Melalui ponsel, Tarita meminta orang yang
diajaknya bicara menghubungi kapolres. "Saya tidak mau ada wartawan,"
ucapnya dengan nada tinggi.
Saat ditemui di rumah, sikap Tarita
berubah. Dia bersedia memberi penjelasan dengan menegaskan tidak pernah
menampar siswa. "Saya cuma toyor kepala mereka sedikit dan itu tidak
mungkin sampai membuat siswa sakit," ujarnya.
Tarita mengatakan
tindakan tersebut dilakukannya karena kesal. Itu pun bertujuan baik
yakni agar siswa lebih giat belajar, apalagi rumus yang ditanyakan sudah
diajarkan dua bulan sebelumnya.
Dia juga mengaku membariskan
siswa di halaman, pada pukul 16.00 hingga 18.00 Wita. Maksudnya, mereka
merenungi permintaan Tarita agar menghafal rumus-rumus karena akan
mengikuti ujian nasional. "Saya juga tidak gila sampai menyuruh siswa
berpanasan. Waktu itu habis hujan. Meski demikian saya sudah meminta
maaf kepada Retno dan keluarganya," kata Tarita.
Dia juga
membenarkan Retno tidak masuk sekolah karena sakit. "Bisa jadi hal itu
(penoyoran dan berbaris di halaman) membuatnya pusing, tetapi saya tidak
pernah menampar para siswa," tegas dia.
Saat dihubungi, Kasat Reskrim Polres Palangkaraya
AKP M Ali Akbar mengatakan jajarannya masih mengumpulkan keterangan
terkait laporan dugaan tindak kekerasan di sekolah itu. Menurut dia,
hanya Retno yang melaporkan kasus itu ke polisi.
Dia
mengungkapkan, visum terhadap Retno selaku korban sudah dilakukan.
"Kejadiannya pada Senin tetapi baru divisum pada Rabu. Tapi kami akan
cek lagi apakah ada luka atau lainnya. Jika dalam pemeriksaan terbukti,
akan diterapkan proses hukum. Tapi sebelumnya tetap diberikan kesempatan
mediasi," kata Ali. (ami)
http://www.tribunnews.com/regional/2013/11/02/siswa-di-palangkaraya-ditampar-guru-gara-gara-tak-bisa-jawab-pertanyaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar